Pinangki Masih Ditahan di Kejagung, MAKI Desak Segera Eksekusi ke Lapas

Pinangki Masih Ditahan di Kejagung, MAKI Desak Segera Eksekusi ke Lapas

Jakarta – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengaku heran dan bertanya-tanya lantaran eks jaksa Pinangki Sirna Malasari masih ditahan di Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Agung (Kejagung). Pihaknya pun meminta agar Pinangki segera dieksekusi ke penjara di LP Pondok Bambu, Jakarta Timur.

Melihat hal ini, Koordinator MAKI, Boyamin Saiman menilai, perlakuan istimewa terhadap eks jaksa Pinangki Sirna Malasari atau terpidana kasus suap dan gratifikasi Djoko Tjandra ini diduga masih terjadi. Padahal Pinangki seharusnya dipindahkan ke Rutan Kelas IIA Pondok Bambu, Jakarta Timur. Kondisi ini memunculkan pertanyaan di publik, ada apa Kejaksaan Agung dan Pinangki.

Boyamin Saiman menyebut bahwa perlakuan spesial penahanan Pinangki tersebut merupakan bentuk disparitas penegakan hukum yang dilakukan Jaksa Agung ST Burhanuddin dan anak buahnya. Pihaknya pun akan melaporkan informasi tersebut ke Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan disingkat (Jamwas) dan Komisi Kejaksaan (Komjak).

“Jelas kejaksaan melakukan disparitas penegakan hukum. Kami akan lapor Jamwas dan Komjak atas perkara ini. Saya menduga bahwa kekhawatiran bahwa ada hal yang sengaja ditutupin adalah benar adanya,” ujar Boyamin seperti dikutip, Jumat 30 Juli 2021.

Sebelumnya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Pinangki Sirna Malasari 10 tahun penjara dan dihukum membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan. Namun, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada sidang banding Senin 14 Juni 2021, memangkas hukuman Pinangki dari 10 tahun menjadi empat tahun.

Salah satu alasan hakim memangkas hukuman tersebut yaitu bahwa terdakwa sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil. Akan tetapi, Kejaksaan Agung memutuskan untuk tak mengajukan kasasi terkait dengan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memotong hukuman eks jaksa Pinangki Sirna Malasari dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.

Tak hanya itu, imbas dari putusan tersebut, hukuman Djoko Tjandra selaku pihak yang melakukan penyuapan pun dipangkas menjadi 3,5 tahun penjara.

“Sumber masalahnya kalau kita runut sebenarnya ini adalah keengganan Jaksa Agung memerintahkan jaksa penuntut umum untuk mengajukan kasasi dan terkesan menurut saya bahkan ini tidak disuruh. Ini berarti bisa jadi malah dilarang untuk mengajukan kasasi,” tegas Boyamin.

Menurutnya, selama ini Jaksa Agung diam seribu bahasa, padahal banyak desakan dan bahkan sudah ia laporkan kepada presiden. Yaitu untuk memerintahkan Jaksa Agung mengajukan kasasi. “Tapi nyatanya tidak kasasi dan yang memberikan jawaban hanya Kajari Jakarta Pusat, yang mengatakan tidak ada alasan untuk mengajukan kasasi. Padahal banyak alasan untuk mengajukan kasasi kan,” katanya.

Ia pun mengatakan bahwa hal itulah yang harus dikembalikan pada sumber permasalahan, yaitu persoalan Jaksa Agung yang tidak memerintahkan kasasi. “Itu yang harusnya kemudian presiden ya mau ndak mau saya minta untuk mencopot Jaksa Agung karena tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat,” tutupnya. (*)

Related Posts

News Update

Top News