Jakarta – Di era industri 4.0 istilah gig economy terus berkembang. Menurut BBC, gig economy adalah pasar tenaga kerja yang identik dengan karyawan kontrak jangka pendek atau pekerja lepas (freelancer). Dengan adanya potensi yang cukup besar dari gig economy di Indonesia, hingga kini belum terlayani maksimal oleh para pelaku industri keuangan.
Demi memenuhi kebutuhan layanan keuangan para freelancer tersebut, maka BRI Group melalui BRI Agro melakukan transformasi agar dapat fokus untuk menciptakan infrastruktur digital bagi para pekerja di sistem gig economy.
Direktur Utama BRI Agro Kaspar Situmorang mengatakan, perusahaannya fokus bergerak sebagai bank digital karena melihat besarnya potensi yang dimiliki para aktor di sistem gig economy. Berdasarkan data BPS, per 2020 lalu jumlah pekerja independen atau kontrak pendek di Indonesia mencapai 46 juta orang, tumbuh 27 persen secara tahunan.
“Full time employer berkurang 8,8 persen karena pandemi, dan bertumbuhnya gig economy itu memberikan sumber potensi baru sebenarnya untuk saat ini yang belum terlayani oleh bank. Kami dari BRI Agro ingin fokus bagaimana menciptakan digital infrastructures untuk gig economy yang di dalamnya ada (pekerja) half-unemployed, freelancers,” ujar Kaspar seperti dikutip Kamis 6 Mei 2021.
Dalam menjalani peran barunya, BRI Agro menjunjung visi untuk menjadi House of Fintech and Home of Gig Economy. Perusahaan akan mengandalkan kerjasama dengan sejumlah perusahaan teknologi finansial yang sudah terjalin sejak lama untuk menciptakan produk-produk digital untuk masyarakat.
Melalui kolaborasi dengan perusahaan tekfin dan rintisan (startup), BRI Agro bisa melayani masyarakat yang bekerja dan beraktivitas di segmen agritech, ride hailing, e-commerce, dan lain-lain, secara lebih optimal. Kaspar menyebut, perusahaan tekfin merupakan mitra penting bagi BRI Agro kini dan nanti demi pertumbuhan berkelanjutan perusahaan. Karena itu, integrasi dan kolaborasi antara BRI Agro dengan perusahaan tekfin kini sudah dilakukan berdasarkan Application Programming Interface (API).
API merupakan infrastruktur yang memungkinkan perusahaan satu dengan lainnya terhubung secara cepat dan presisi. Singkatnya, melalui kerjasama berbasis API, layanan perbankan BRI Agro bisa dengan mudah diakses masyarakat pengguna tekfin yang bekerjasama.
“Cara bekerjasamanya tentu harus berbasis API. Produk-produk (keuangan) nggak perlu kami miliki semua, tapi kami bisa menjadi distributor of financial services, yang penting kami punya basic infrastrukturnya. Contohnya, ada layanan pembukaan tabungan secara digital dan bisa tercipta akun baru hanya kurang dari 5 menit. Kemudian untuk digital lending bisa dengan scan wajah, KTP, lalu uangnya ditransfer dalam waktu kurang dari 2 menit,” ucapnya.
Menurut Kaspar, saat ini seluruh bank harus bisa bekerjasama dengan tekfin dan perusahaan rintisan jika ingin bertahan hidup, terlebih pasca pandemi dan terakselerasinya proses digitalisasi sejak beberapa tahun terakhir. Selain itu, diperlukan juga adanya regulasi dan platform yang baik dari regulator, agar seluruh bank bisa bertransformasi digital secara optimal.
BRI Agro memastikan, ke depannya layanan perusahaan akan sepenuhnya hadir dalam bentuk digital mulai dari penyediaan produk tabungan hingga pinjaman. Dalam waktu dekat, BRI Agro akan meluncurkan produk-produk barunya yang diharap bisa menjadi solusi atas kebutuhan masyarakat serta pekerja di sistem gig economy.
“Nanti kami akan menciptakan super app, kedua menyalurkan kredit-kredit di bawah Rp1 miliar via digital dengan penyaluran yang lebih cepat, dan terakhir yakni fokus untuk berkolaborasi dengan Open API,” tutupnya. (*)
Editor: Rezkiana Np