Jakarta – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah meminta pemerintah agar perumusan desain asumsi Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) tahun 2022 harus tepat dan akurat.
Hal ini penting mengingat perekonomian domestik ke depan masih akan menghadapi tantangan yang cukup berat. Hal ini juga ditandai dengan pertumbuhan ekonomi tahun ini yang diproyeksi akan mengalami tekanan yang luar biasa.
“Dalam ketidakpastian ekonomi di akibat kondisi pandemi covid19, tentunya pemerintah perlu membuat langkah-langkah taktis agar ekonomi bisa segera berputar, di sisi lain keuangan negara juga harus aman dan dapat meningkatkan confident level pasar. Untuk itu, saya harapkan, berbagai upaya kebijakan harus diarahkan agar perekonomian bisa kembali bangkit dan pulih,” jelas Said melalui keterangan resminya di Jakarta, Selasa 27 April 2021.
Menurutnya, mengacu pada Undang Undang No 2 tahun 2020 tentang Perppu No 1 tahun 2020 pemerintah memiliki tiga tahun anggaran untuk membuka defisit APBN lebih dari 3% PDB. Sementara pada tahun 2022 nanti adalah waktu terakhir bagi pemerintah memanfaatkan kebijakan pelebaran defisit. Artinya, pada 2023, defisit APBN akan kembali mengacu pada UU Nomor 17 Tahun 2003, yakni tidak lebih dari 3%.
Karena itu, Said berharap agar desain ekonomi makro yang dibuat pemerintah harus efektif dan terukur sehingga bisa menaikkan iklim ekonomi yang kondusif dan menjamin postur keuangan negara yang kredibel dan akuntabel. “Ini kesempatan terakhir bagi pemerintah untuk ‘memompa’ belanjanya agar menyumbang lebih besar kue pertumbuhan ekonomi berkualitas secara berkelanjutan,” ujarnya.
Said mengaku, upaya mempercepat pemulihan ekonomi tidaklah mudah. Sehingga membutuhkan ekstra effort dari pemerintah. Sebab menurutnya ada sejumlah hambatan baik nasional dan global masih akan terjadi. Misalnya, pandemi Covid19 yakni kasus pandemi Covid19 di India yang menjadi penyumbang gelombang kedua kasus Covid19 secara global.
“Fenomena serupa saya jumpai di Indonesia. Seiring makin tingginya mobilitas warga, disiplin protokol kesehatan mulai menurun,” ucapnya.
Tak hanya soal penyebaran kasus, anggapan paska vaksinasi kebal terhadap Covid19 juga dinilai keliru. Oleh sebab itu, menurutnya Satgas Covid19 harus melakukan edukasi, dan penegakkan disiplin protokol kesehatan terus menerus. “Kita jangan lengah meskipun tren kasus Covid19 di Indonesia terus menurun, namun jumlah kematian harian masih diatas 2,7%, padahal standar WHO dibawah 2%,” paparnya.
Selain covid19, penghalang pertumbuhan ekonomi dipicu oleh melambatnya laju sektor riil. Pembatasan gerak sosial akibat penegakkan protokol kesehatan menjadi kendala produktivitas sektor riil, khususnya UMKM. Menurutnya, dampaknya langsung nyata, yaitu lonjakan tingkat kemiskinan dan pengangguran.
“Perlu ada intervensi khusus terhadap penurunan tingkat kemiskinan dan pengangguran, bahkan untuk sekedar meraih ke posisi seperti capaian di tahun 2019, tetap dibutuhkan beberapa intervensi program multiyears. Itupun harus dengan perencanaan yang akurat, serta efektif dalam implementasinya,” jelasnya.
Said melanjutkan, orientasi penyusunan KEM-PPKF 2022, harus menjawab kebutuhan atas masalah yang menganggu pemulihan ekonomi nasional. Untuk itu, langkah yang ditempuh dengan menyempurnakan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2022.
Menurutnya, eberapa program yang perlu disempurnakan antara lain dengan mempercepat program vaksinasi Covid19 terutama terhadap kelompok prioritas. Selain itu, penyempurnaan Program Perlindungan Sosial (Perlinsos) sebagai buffer terhadap rumah tangga miskin, mengintegrasikan insentif perpajakan dengan dukungan program untuk UMKM.
“Menyiapkan program terpadu lintas kementerian dan pemda untuk menciptakan ekosistem bisnis UMKM yang baik; skil, modal, market, terutama terhadap lapangan usaha yang kreatif masih bisa tumbuh,” tuturnya.
Dengan demikian, Said memperkirakan indikator makro ekonomi nasional pada tahun 2022 akan berada pada kisaran pertumbuhan ekonomi di 5,0% hingga 5,5% dengan asumsi baseline 2021 tercapai > 4% ditengah tekanan akibat pandemi Covid-19. Kemudian laju inflasi pada kisaran 3% atau berada pada level relatif stabil. Sementara itu, nilai tukar rupiah diprediksi berada Rp14.100-14.600/US$ dengan kurs relatif stabil di kisaran 14.000 pada tahun lalu. (*)
Editor: Rezkiana Np