Jakarta – Lembaga pemeringkat Fitch mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada peringkat BBB (investment grade) dengan outlook stabil pada 19 Maret 2021. Menurut Fitch, faktor kunci yang mendukung afirmasi peringkat Indonesia adalah prospek pertumbuhan ekonomi jangka menengah yang baik dan beban utang pemerintah yang rendah, meskipun meningkat.
Pada sisi lain, Fitch menggarisbawahi tantangan yang dihadapi, yaitu ketergantungan terhadap sumber pembiayaan eksternal yang masih tinggi, penerimaan pemerintah yang rendah, serta perkembangan sisi struktural seperti indikator tata kelola dan PDB per kapita yang masih tertinggal dibandingkan negara lain dengan peringkat yang sama.
Menanggapi keputusan Fitch tersebut, Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyatakan, afirmasi rating Indonesia pada peringkat BBB dengan outlook stabil merupakan bentuk pengakuan stakeholder internasional atas stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia yang tetap terjaga di tengah pandemi Covid-19. Hal ini didukung oleh kredibilitas kebijakan dan sinergi bauran kebijakan yang kuat baik secara nasional maupun antar lembaga anggota KSSK yaitu BI, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan.
“Ke depan, BI akan terus mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik, mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta terus bersinergi dengan Pemerintah untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional,” kata Perry melalui keterangan resminya di Jakarta, Selasa 23 Maret 2021.
Dalam asesmennya, Fitch memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan pulih bertahap mencapai 5,3% pada 2021 dan 6% pada 2022, setelah terkontraksi 2,1% pada 2020 akibat pandemi Covid-19. Pemulihan ekonomi tersebut didorong oleh stimulus pemerintah dan ekspor yang juga didukung perbaikan harga komoditas. Selain itu, momentum pertumbuhan ekonomi juga akan didukung oleh pembangunan infrastruktur.
Pemulihan juga akan bergantung pada penanganan penyebaran Covid-19 khususnya melalui percepatan vaksinasi. Dalam jangka menengah, Fitch memproyeksikan pertumbuhan ekonomi akan didorong oleh implementasi Undang Undang Cipta Kerja yang bertujuan untuk menghapus berbagai hambatan investasi. Fitch juga mencatat pembentukan Indonesia Investment Authority sebagai langkah untuk mendukung pembiayaan pembangunan infrastruktur dalam beberapa tahun ke depan.
Fitch memperkirakan defisit fiskal akan sedikit menurun menjadi 5,6% pada 2021 dari 6,1% pada 2020, sejalan dengan target yang ditetapkan pemerintah. Pada 2021, belanja pemerintah tetap difokuskan pada upaya untuk mengurangi dampak krisis kesehatan, tercermin pada peningkatan alokasi belanja untuk belanja kesehatan dan bantuan untuk rumah tangga dan sektor usaha menjadi 4,2% dari PDB pada 2021 dari 3,8% pada 2020.
Pemerintah sendiri juga berkomitmen untuk memenuhi batas atas defisit fiskal 3% pada 2023. Dari sisi penerimaan, Fitch memperkirakan rasio penerimaan pemerintah akan membaik secara gradual menjadi 12,3% dan 12,8% dari PDB untuk 2021 dan 2022 seiring pemulihan ekonomi, setelah mencatat rasio sebesar 12,1% pada 2020. Fitch menyebutkan bahwa dampak pandemi terhadap posisi fiskal Indonesia tidak separah negara peers.
Menurut Fitch, dukungan Bank Indonesia (BI) atas pembiayaan defisit fiskal telah membantu mengurangi biaya bunga dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi. Meski demikian, perlu ditekankan bahwa langkah ini bersifat sementara sehingga tidak menimbulkan risiko penurunan keyakinan investor terhadap kredibilitas kebijakan moneter.
Untuk merespon pandemi, BI telah menurunkan suku bunga kebijakan sebesar 150bps sejak awal 2020, melonggarkan kebijakan makroprudensial, dan menambah likuiditas bagi sistem perbankan. Cadangan devisa juga meningkat mencapai US$138,8 miliar pada akhir Februari 2021 dari US$121 miliar pada akhir Maret 2020, seiring berkurangnya defisit transaksi berjalan dari 2,7% PDB pada 2019 menjadi 0,4% PDB pada 2020. (*)
Editor: Rezkiana Np