Jakarta – Sistem pembayaran digital kerap kali menjadi sasaran empuk para oknum kejahatan penipuan (fraud) siber. Direktur Departemen Surveilans dan Sistem Keuangan BI Prasetyo Hendradi mengungkapkan alasan maraknya penipuan pada sistem pembayaran adalah karena 3 data penting nasabah dalam sistem, yaitu data personal, data finansial, dan data transaksional.
“Insiden fraud di 2020 variasinya semakin banyak. Umumnya pembobolan identitas terjadi karena orang Indonesia gemar mengakses sosial media dengan free wifi. Para oknum masuknya dari situ dengan membujuk atau membobol supaya korban menyerahkan kredensialnya,” ujar Hendradi pada diskusi virtual yang diselenggarakan Infobank dengan tema “The Future of Fraud and Compliance Risk Management in Finance and Banking” pada Kamis, 4 Februari 2021.
Menanggapi hal tersebut, Hendradi meminta para penyedia jasa sistem pembayaran memiliki langkah-langkah mitigasi fraud. Salah satunya adalah dengan melakukan upgrade rutin pada program dan rutin melakukan penetration test atau vulnerability scan untuk mencegah kebobolan data.
Selain itu, BI menekankan setiap sistem pembayaran digital juga harus memiliki Fraud Detection System (FDS) dan edukasi nasabah yang baik. FDS yang kuat akan mampu untuk melakukan deteksi dini dan meminimalisir terjadinya fraud. Kemudian, edukasi nasabah terhadap bahaya penipuan juga harus terus dilakukan untuk mencegah terjadinya penipuan data.
“Sehebat-hebatnya penyelenggara mempersiapkan keamanan kalau nasabahnya ceroboh maka akan menyebabkan permasalahan juga,” kata Hendradi. (*) Evan Yulian Philaret