Jakarta – Himpunan Pemegang Polis Bumiputera meluruskan kabar seputar perkembangan kasus Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera, khususnya penahanan beberapa orang mantan pejabat dan pejabat aktif AJB Bumiputera yang diframing sebagai kasus korupsi dan penipuan. Bahkan terkesan menjadi sebab Bumiputera mengalami kondisi kesulitan keuangan saat ini.
“Dengan ini perlu disampaikan bahwa berita-berita yang beredar cenderung tendensius. Saya tegaskan bahwa tidak benar kasus tersebut merupakan kasus korupsi. Para tersangka dijerat oleh OJK dengan UU No. 2 Tahun 1992 yang telah tidak berlaku lagi, mengenai Turut Serta dalam Penggelapan Kekayaan Perusahaan,” kata Ketua Himpunan Pemegang Polis Bumiputera Jaka Irwanta di Jakarta, Minggu, 31 Januari 2021.
Jaka menyampaikan, peristiwa yang diangkat OJK tersebut terjadi pada tahun 2013, dimana pada saat Bumiputera belum mengalami permasalahan gagal bayar klaim sebagaimana terjadi saat ini.
Dan selama penyidikan, para pejabat yang dipersangkakan oleh OJK tersebut telah menyampaikan data dan landasan yang membantah apa yang dipersangkakan tersebut karena dilandasi prosedur pengajuan, perhitungan teknis aktuaria, dan keputusan yang sesuai kewenangan.
“Tidak ada kerugian baik di Perusahaan maupun klien, justru memberi manfaat bagi Perusahaan, Namun demikian oleh Penyidik OJK data, landasan, dan bukti-bukti tersebut diminta disampaikan saat persidangan di pengadilan,” ucap Jaka.
Bahkan salah satu kasus yang dipermasalahkan OJK sebenarnya sudah selesai tuntas pada tahun 2015. Keputusan yang diambil direksi saat itu merujuk kepada yurisprudensi peristiwa serupa sebelumnya. Dengan mempertimbangkan dasar azas manfaat bagi Perusahaan, dan mencegah kerugian Perusahaan yang lebih besar.
“Direksi pun telah menjalankan rekomendasi OJK untuk merevisi keputusan, dan mengupayakan pengembalian dana kembali sisanya kepada Perusahaan, sehingga tidak ada lagi dana yang disebut oleh OJK sebagai digelapkan tersebut,” ujar Jaka.
Jaka mengatakan, salah satu mantan direksi yang telah ditahan atas sangkaan turut serta, ia memiliki kewenangan memutuskan yang diatur dalam SK, memiliki pertimbangan manfaat bagi Perusahaan, tidak memiliki niat memperkaya diri sendiri, dan tidak menerima apapun dari siapapun terkait keputusan tersebut.
“Mohon semua pihak menahan diri untuk tidak memberikan penilaian dan ‘vonis’ sebelum keputusan Pengadilan karena pembuktian diterima atau tidaknya bantahan, data, dan argumen ditentukan di persidangan,” terang Jaka.
Sementara kuasa hukum para tersangka Sabirudin meminta penegak hukum serius mengungkap kasus ini, jangan setengah-setengah. Sebab banyak kasus jauh lebih besar dari Bumiputera. “Jika kasus yang merugikan bumiputera mau dibuka jangan yang kecil-kecil, sekalian yang besar harus dibuka juga seperti kasus investasi di PT optima capital, PT Sugih Energy dan PT Bhinneka life,” tambah Sabirudin. (*)