Oleh Ida Bagus Kade Perdana
WALAUPUN hidupnya pas pasan, tapi bermental kelimpahan dan berjiwa sosial tipe Ji Kae Sen, Ji Kai Gu (badan Pengemis, tulang juga pengemis). Golongan ini paling parah, sudah miskin bermental pengemis, sudah nggak punya duit, mentalnya minta dikasihani terus, istilah krennya “poor me” atau kasihanilah saya. Belajarlah hidup chin chai gemarilah berbagi. Akan punya banyak sahabat, relasi yang baik, keluarga harmonis, bisnis lancar hidup menjadi santai dan enjoy. Maka jadilah orang yang “chin chai” yang artinya tidak terlalu banyak perhitungan plus easy going. Orang yang terlalu perhitungan tak pernah mau mengalah apalagi memberi dan berkorban. Sikap perhitungan membuat hidup tegang, khawatir, capek dan menderita. Belajarlah menjadi orang yang chin chai gemar berbagi selalu mengalah dan memberi, toleransi dan pengertian dan gampang bekerja sama, mudah diajak berunding.
Sehingga punya banyak sahabat, rezeki lancar, hidup tenang dan tidak banyak gejolak, hidup sehat bersama keluarga dan lingkungan harmonis, enjoy dan bahagia. Jadi memang benar nasihat orang tua “CHIN CHAI” adalah kunci hidup sukses dan bahagia. Disana senang disini senang, disana bahagia disini bahagia, disini berdaya disana berdaya, disana untung disini untung sesuai dengan prinsip pang pade payu (saling menguntungkan dan saling memberdayakan). Apalagi di masa wabah penyakit covid – 19 yang sedang berkecamuk dewasa ini yang meluluh lantahkan perekonomian terjun kejurang resesi jangan dibiarkan berlama lama bisa berubah menjadi depresi ekonomi. Dengan demikian harus kita hadapi dan berantas secara bersama sama agar covid – 19 dengan varian nya segera sirna dan kembali keasalnya atau kealamnya tidak pernah datang lagi mengganggu apalagi menyakiti.
Tidak banyak berbeda juga menurut ajaran agama Hindu (sumber Kedhatuwan Kawista/Cri Bhagawan Putra Natha Nawa Wangsa Pemayun) sesuai dengan subha – a subha karma yang mereka lakukan ada empat golongan manusia (1) Adigung yaitu manusia yang dalam hidupnya selalu berbuat kejahatan, serakah, kejam, angkuh, irihati, dengki dan lainnya (2) Adigang yaitu manusia yang tidak memiliki tata krama dan kesopanan, mengikuti jalan motoh, maling, mabuk, madat dan madon, orang orang dalam golongan ini kecanduan perbuatan itu. (3) Adiguna, orang yang senang berbuat karma yang membuah kan hasil “pahala” tetapi disertai pamerih, orang orang yang tidak mengenal agamapun bisa berbuat seperti ini ; golongan mereka ini penuh rasa olas asih dan penyayang, cepat iba dan peka terhadap masalah-masalah orang lain dan suka menolong orang orang yang terkena musibah. (4) Adhitama orang orang yang dalam golongan ini selalu hidup dalam bimbingan Dharma, memiliki etika dan tata krama yang sangat santun, mengabdi terhadap kebenaran semesta, yang hidup dalam menghidupi “urip nguripi”, segala kebenaran yang dilakukan tanpa pamerih; tekun dalam melakukan tapa-brata-samadi dan Sandhi penyatuan “penyatuan diri dengan semesta”. Orang–orang yang berada pada jalan ini, berada pada penyerahan diri kepada Sang Hyang Widhi “Narayana”, selalu melakukan kegiatan dibawah petunjuk otoritas Sukhma dan dari seorang Puruhita, Sadhu, Wiku dan Pustaka Suci Manu Smerti dan Weda.
Menurut hemat kami kiranya patut diapresiasi oleh para bankir kearifan kearifan tersebut diatas seperti sikap dan perilaku manusia tipe (3) Ji Kae Sen, Huang Ti Gu dan tipe (1) Huang Ti Sen, Huang Ti Gu dan memahami dan mampu mengimplementasikan philosopi “Chin Chai”. Maupun tipe manusia (3) Adiguna dan (4) Aditama dapat dipergunakan sebagai pegangan maupun pedoman hidup untuk mengapresiasi dan memperkuat jati diri sebagai bankir profesional sejati yang tangguh sebagaimana layaknya manusia double man alias manusia setengah dewa. Sehingga bisa mengelola banknya dalam situasi apapun bisa eksis dan bermamfaat bagi para pihak yang berkepentingan sesuai dengan fungsi utama bank sebagai lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary). Dengan fungsi khususnya sebagai agent of trust, agent of development, agent of serve dan agent of progress demi terjaga dan terapresiasinya likuiditas, rentabilitas, solvabilitas bank secara berketahanan sekaligus dalam upaya mampu berperan serta menjaga stabilitas sistem keuangan. Sesuai tujuannya yang ditegaskan dan diatur dalam UU No.10 tahun 1998 sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Terlebih pada masa situasi dan kondisi pandemic covid – 19 yang menciptakan kondisi extraordinary yang membuat kehancuran ekonomi hampir semua Negara jatuh ke jurang resesi dan yang lebih heboh lagi telah banyak memakan korban manusia meninggal sudah mencapai dalam hitungan jutaan orang yang terjadi dunia.
Sehubungan dengan tersebut berharap bisa memberikan pengaruh yang positif dan kondusif dalam memperkuat imun para bankir nasional menciptakan kreativitas dan inovasi dalam menghadapi pandemic covid – 19 dengan variannya yang sulit diterka kapan akan berakhirnya. Sehingga mampu melahirkan ide ide cemerlang sebagai langkah extraordinari yang akurat dan tepat didalam menghadapi kondisi extraordinary yang tercipta. Demi terwujudnya kinerja perbankan nasional yang terjaga baik tingkat kesehatan bank dan existensinya sebagai mesin mesin ekonomi utama memberikan kontribusi yang signifikan secepatnya bisa keluar dari kesulitan sehingga mampu mengantarkan perekonomian nasional cepat pulih kembali. Semoga musibah badai Covid – 19 dan variannya cepat berlalu segera berganti dengan berkah kehidupan yang lebih baik dan kondusif tercipta. Dengan demikian bankir nasional dirasa perlu menghayati filsafat china belajarlah menjadi “chin chai”. Selamat hari raya Imlek bagi yang merayakannya. Bravo Bankir dan Perbankan nasional.
*) Penulis adalah Ketua BANI Bali Nusra, Wakil Ketua Umum Kadinda Prov. Bali Bidang Fiskal Moneter dan Mantan Dirut PT. Bank Sinar Jreeeng (sekarang PT. Bank Mandiri Taspen/Bank Mantap).