Jakarta–Masalah pajak diberbagai negara seringkali menjadi sebuah problema bagi industri, tidak hanya di luar, tetapi juga di Indonesia.
Sehingga tidak sedikit pula, banyak pelaku industri baik perorangan maupun kelompok yang menggepleng pajak atau menghindar wajib pajak karena pajak yang dibebankan terlalu besar atau dianggap tidak sesuai.
Hal itu tidak terjadi di industri tertentu saja, bahkan Real Estat Indonesia (REI) mengakui permasalahan pajak juga tidak luput dari perhatian pengembang.
Bendahara Umum Real Estat Indnesia, Tulus Santoso mengatakan saat ini ada berapa permasalahan pajak yang jadi perhatian pengembang. Salah satunya soal PPN daan PPh 1% untuk rusunami diatas Rp144 juta.
Dimana rusunami dengan harga maksimal Rp144 juta, konsumen mendapat keringanan dengan penghapusan pajak tambahan nilai (PPN) dan pengembang hanya dikenakan paja PPh final sebesar 1% jika menjual rusunami di segmen ini.
“REI mengusulkan kenaikan batas tersebut menjadi Rp180-Rp200 juta per unit rusunami,” kata kata Tulus dalam forum seminar Property & Mortgage Summit 2016 yang diselenggarakan Infobank Institute bekerja sama dengan Perbanas di Jakarta, Jumat, 19 Febuari 2016.
Selain itu lanjutnya masalah pajak lainnya yang jadi perhatian pengembang yakni terkait skema pajak DIRE. Menurut Tulus hal itu masih kurang menarik karena masih dikenakan PPh dan BPHTB. Jika hal tersebut dilakukan, bisa mengurangi return yang diberikan ke investor.
Apalagi suku bunga acuan Indonesia relatif masih tinggi, otomatis investor akan meminta return di atas 1%.
“REI mengusulkan PPh dan BPHTB untuk DIRE nol persen,” jelasnya.
Terakhir REI juga mengusulkan untuk mereview ketentuan pemungutan PPh22 dikenakan untuk harga hunian dibawah Rp5 miliar. Pemerintah juga diharapkan segera menyampaikan secara rinci kebijakan tax amnesti. (*) Dwitya Putra