Jakarta – Pemerintah terus menggenjot energi baru dan terbarukan (EBT). EBT menjadi salah satu game changer dalam strategi transformasi ekonomi Kementerian PPN/Bappenas untuk melepaskan Indonesia dari middle income trap di tahun 2045.
Ada sejumlah langkah yang dilakukan Bappenas dalam rangka transformasi ekonomi melalui ekonomi rendah karbon atau blue energi ini. Di antaranya, Pengembangan energi terbarukan, penerapan ekonomi sirkular, pembangunan fasilitas pengolahan sampah dan B3, restorasi berkelanjutan dan pengembangan pertanian berkelanjutan.
Menteri PPN/Kepala Bappenas RI Suharso Monoarfa mengungkapkan, ekonomi hijau dan rendah karbon pada hakikatnya menciptakan lapangan kerja lebih besar dan nilai yang lebih tinggi sehingga produktivitas menjadi lebih besar.
“Misalnya kalau persatu megawatt di kerjakan satu orang di energi batubara sedangkan di energi surya per mega watt bisa ada 10 pekerjaan,” ujar Suharso dalam konferensi pers Akhir Tahun yang digelar secara virtual oleh Kementerian PPN/Bappenas, Senin, 28 Desember 2020.
Di sisi lain, hasil simulasi Bappenas menunjukkan, bahwa dari kegiatan energi baru terbarukan dan restorasi lahan gambut dapat menciptakan 103 ribu pekerjaan setiap tahun.
Suharso juga mengatakan pemerintah terus berupaya meningkatkan konsumsi listrik perkapita. Saat ini konsumsi perkapita RI jauh dibandingkan negara-negara di ASEAN. “Perkapita kita itu hanya 1149 kwh perkapita per tahun. Bandingkan dengan Singapura yang delapan kali lipat dari kita. Malaysia tiga sampai 4 kali lipat, kemudian vietnam tiga kali lipat dari kita,” paparnya.
Peningkatan konsumsi listrik ini dibarengi dengan proses shifting dari energi konvensional ke EBT. Hal ini guna mengantisipasi penggunaan energi terbarukan di Eropa yang meningkat minimal menjadi 32% pada 2030 sesuai dengan arahan kebijakan energi terbarukan atau Renewable Energy directive (RED) II yang digagas Uni Eropa.
Sebagai informasi, Indonesia berkomitmen mengurangi gas rumah kaca hingga 2030 sebesar 29% dengan usaha sendiri dan 41% dengan dukungan internasional.
Pemerintah sendiri telah mencanangkan penurunan emisi gas rumah kaca 314 juta ton co2 ekuivalen pada 2030 dengan estimasi kebutuhan investasi sebesar Rp3.500 triliun sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2017 tentang RUEN. (*) Dicky F Maulana