Jakarta – Pemerintah merencanakan untuk membuka kembali kegiatan pembelajaran tatap muka pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menegaskan, bahwa keputusan untuk membuka sekolah tatap muka pada saat pandemi adalah keputusan bersama dari pemerintah daerah, kepala sekolah dan Komite Sekolah.
Orang tua yang tergabung dalam komite sekolah berhak untuk memilih tidak mengikuti kegiatan tatap muka dengan protokol kesehatan. Jika orang tua merasa tidak nyaman, sekolah tidak bisa memaksa anaknya masuk ke sekolah. Siswa tersebut bisa melanjutkan belajar melalui Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
“Komite Sekolah adalah perwakilan orang tua dalam sekolah. Jadinya kuncinya, ada di orang tua. Dimana kalau komite sekolah tidak membolehkan sekolah buka, sekolah itu tidak diperkenankan untuk buka. Jadi, hybrid model ini akan terus berada. PJJ bukan berarti berakhir,” ujar Nadiem yang disiarkan melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, 25 November 2020.
Lebih jauh, Nadiem menjelaskan ketika sekolah kembali dibuka, kondisinya tidak akan sama seperti sebelum pandemi. Kapasitas maksimal dalam satu kelas hanya 50% dari total kapasitas. Pihak sekolah juga harus melakukan penjadwalan kegiatan belajar mengajar.
Kemudian, sekolah harus melakukan dua shift minimal, agar bisa mematuhi aturan itu. Masker wajib dikenakan, tidak ada aktivitas selain sekolah, tidak ada kantin lagi, tidak ada ekskul (ekstrakurikuler) lagi, tidak ada olahraga lagi. Tidak ada aktivitas yang diluar lagi, siswa masuk kelas dan setelahnya langsung pulang.
Nadiem mengaku, memang membutuhkan waktu untuk membuka sekolah tatap muka. Sebabnya adalah karena harus memenuhi daftar periksa yaitu, ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan seperti toilet bersih, sarana cuci tangan pakai sabun pakai air mengalir atau hand sanitizer dan disinfektan. Juga harus mampu mengakses fasilitas pelayanan kesehatan, kesiapan menerapkan wajib masker, memilki alat pengukur suhu badan atau thermogun.
“Jadi daftar periksa itu sangat komprehensif. Pemda akan menggunakan diskresinya, karena Pemda tahu mana daerah yang sebenarnya rawan dan mana yang lebih aman. Dan ketika ada yang terkena COVID-19, maka harus langsung ditutup sekolahnya,” ucapnya. (*) Evan Yulian Philaret