Jakarta — Krisis ekonomi yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 perlu dihadapi dengan bijak. Tidak terkecuali bagi segmen usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), yang ternyata masih memiliki peluang untuk bertahan bila memaksimalkan akses digital.
“Bedanya (krisis ekonomi akibat covid-19) dengan (krisis ekonomi) sebelumnya karena yang terdampak sektor riil karena ada covid, perilaku kita jadi berubah,” ucap Head of Mandiri Institute, Teguh Yudo Wicaksono dalam “Dialog Produktif: Usaha Mikro yang Mampu Bertahan di Masa Pandemi” yang tayang secara langsung di kanal YouTube lawan covid19 ID pada Senin (2/11/2020).
Dia memaparkan, imbas dari pandemi Covid-19 terjadi perubahan perilaku konsumen dari yang biasanya offline menjadi online. “Besarannya di China itu 46%, di Amerika 29%. Kemudian orang mulai mengurangi belanja offline sebesar 47% di Southeast Asia, belanja online meningkat 30%,” tuturnya.
Dengan diberlakukannya kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang mengurangi mobilitas dan interaksi penduduk. Tidak bisa dimungkiri pandemi ini sangat mendorong berkembangnya transaksi dan belanja secara online. “Salah safu faktor pendorong adalah bahwa covid ini mengakselerasi digitalisasi,” tukas Teguh.
“Jadi kalau dari sisi permintaan, dari sisi perilaku konsumen kita bisa lihat misalnya adanya kenaikan dalam mobile phone streaming sebesar 60%, kemudian konsumen yang mencari produk-produk secara online itu meningkat drastis 90%,” imbuhnya.
Sementara hasil survei yang dilakukan Mandiri Institute terhadap 319 responden UMKM di dua periode, yakni Mei dan Agustus-September menunjukkan, bahwa para pelaku UMKM mampu beradaptasi dan menerapkan strategi dan mitigasi agar usahanya dapat terus berjalan. Salah satu kuncinya adalah dengan memaksimalkan akses digital atau internet.
“Yang menarik kalau bicara pentingnya digital. UMKM yang memiliki akses digital secara konsisten mengatakan bahwa omset mereka meningkat,” ucap Teguh.
Selain dari sisi omset, survei juga berusaha menguak daya tahan UMKM dari sisi permodalannya. Adaptasi yang dilakukan membuat modal kerja UMKM membaik dari sebelumnya kurang dari 3 bulan saat survei bulan Mei, menjadi sekitar 4 bulan pada survei Agustus-September. “Nah ini yang menarik adalah mereka yang punya akses digital memiliki modal kerja yang lebih panjang,” tegas Teguh.
Hal penting lainnya untuk melihat kemampuan UMKM bertahan adalah strategi dan mitigasi risiko, yang pada awal pandemi muncul dan PSBB diterapkan kebanyakan dari mereka mengandalkan restrukturisasi kredit. Namun demikian seiring berjalannya waktu, dan mulai banyak yang memanfaatkan digitalisasi dan akses internet, strategi untuk bertahan jadi bervariasi.
“Jadi memang teman-teman yang punya akses digital terutama internet dari sisi omset mereka bisa lebih panjang (yang berpengaruh ke cashflow dan modal kerja). Mungkin juga didukung dari strategi mitigasi dampak covid yang lebih bervariasi, yang membuat mereka bisa bertahan lebih panjang,” terang Teguh. (*)