Jakarta – Nasabah Wana Artha Life terus mencari keadilan setelah rekening efek Wana Artha Life dibekukan. Mereka sudah mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, namun gagal dikabulkan karena proses hukum sudah berjalan.
Padahal, pengajuan praperadilan sudah didaftarkan sejak April 2020 namun baru diputuskan pada Juni 2020. Kini, mereka juga mengajukan upaya class action pada Juli, dan baru disidangkan belakangan ini.
Terkait hal ini, pakar hukum Pidana Mudzakir menilai ada kejanggalan yang harus diungkap. Pengadilan harus menjelaskan pengunduran selama peradilan berbulan. “Jika alasannya tidak kuat, pengunduran selama tiga bulan tersebut tidak lazim dan ada keanehan atau tidak wajar,” ujarnya, Senin, 2 November 2020.
Mudzakir menegaskan, bahwa para nasabah boleh saja mengajukan praperadilan selaku pihak ketiga yang berkepentingan terhadap tindakan jaksa yang menyita aset nasabah. Sebab, lanjutnya, para nasabah bukan sebagai pelaku tindak pidana dan aset tersebut bukan berasal dari tindak pidana.
Sementara itu, Komisi Yudisial (KY), menanggapi kejanggalan ini, mempersilakan nasabah untuk melaporkannya. Komisioner KY Maradaman Harahap mempersilahkan para nasabah melaporkan kejanggalan dan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim.
Ia mengakui ada nasabah Wana Artha Life yang datang dan melapor. Namun pelaporan itu terkait perlindungan hukum kepada para pemegang polis. “Laporan pemegang polis bukan soal praperadilan,” katanya.
Seperti diketahui, Kejaksaan Agung telah membekukan rekening efek Wana Artha dengan tudingan terkait kasus Jiwasraya dengan pelaku Benny Tjokro. Namun para nasabah lain merasa sangat dirugikan karena tidak ada keterkaitan apapun dengan Benny Tjokro.
Terpisah, salah satu nasabah Wana Artha Wahjudi mengatakan, sampai kapan pun dirinya akan berusaha agar rekeningnya bisa digunakan kembali.
“Kami dari pemegang polis (PP) juga akan mengajukan keberatan melalui class action. yang sudah diajukan gugatannya juga kami akan mengajukan surat keberatan juga. Kami PP juga masih membahas akan mengajukan melalui kelompok di PP maupun pribadi-pribadi, ini sedang kami bicarakan mekanismenya seperti apa,” paparnya
Ia mengaku heran dengan sidang di PN Jakarta Selatan yang berlarut-larut. “Itu yang kami sangat menyesalkan kenapa untuk sidang seperti itu mesti berbulan-bulan nunggu. Sedangkan (persidangan) Jiwasraya bisa cepat 120 hari sudah selesai. Jadi ini ada konspirasi apa? kami orang awam tidak tau. Tapi ada yang patut diduga kuat ada konspirasi,” tegasnya.
Lebih lanjut dirinya juga menduga, bahwa class action ini tidak disukai oleh Kejaksaan Agung, OJK, dan 13 Manajer Investasi. Wahjudi mengatakan, seharusnya penegak hukum mencermati apakah tindak yang dilakukan yakni pembekuan oleh negara itu adalah tindakan yang bijak.
“Apa tindakan itu yang sesuai dengan KUHP /KUHAP, sesuai dengan fakta persidangan atau tidak atau itu semuanya disingkirkan,” tukasnya. (*)