Ex Bankir Bank Permata Naik Banding

Ex Bankir Bank Permata Naik Banding

Jakarta – Hari ini mantan pegawai PT Bank Permata Tbk, Ardi Sedaka menyatakan banding atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap dirinya.

Kuasa Hukumnya, Didit Wijayanto menyampaikan bahwa naik banding dilakukan karena Ardi berharap memperoleh keadilan berdasarkan penerapan hukum yang benar, obyektif, serta menunjukkan kemandirian hakim dan sungguh-sungguh menempatkan pengadilan sebagai gerbang keadilan yang hakiki dan bukan sebagai sekadar panggung sandiwara.

“Keadilan belum dapat diperoleh di tingkat pengadilan pertama, padahal secara kasat mata telah terjadi rekayasa kriminalisasi, abuse of power, salah prosedur, dan salah penerapan pasal namun ternyata tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim,”
kata Didit, Jumat, 11 September 2020.

Didit juga menambahkan alasan lain mengajukan banding karena pengadilan masih tetap menggunakan Aturan BI tahun 1995 yang sudah tidak berlaku dan sudah digantikan oleh Peraturan OJK tahun 2017.

“Dari sudut manapun dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) harus dinyatakan batal demi hukum. Belum lagi seluruh Saksi yang dihadirkan JPU ternyata tidak mengetahui perbuatan melawan hukum apa yang dilakukan oleh Ardi Sedaka. Dalam persidangan mereka menyatakan tidak tahu kenapa dijadikan saksi dalam perkara ini. Menurut pandangan kami, putusan di Pengadilan Jakarta Selatan belum memberikan rasa keadilan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,”
terangnya.

Minggu lalu (3 September 2020) PN Jakarta Selatan menjatuhkan vonis pidana masing-masing 3 tahun penjara dan denda Rp5 miliar subsider 3 bulan, kepada 8 mantan bankir Bank Permata karena dianggap terbukti melanggar Pasal 49 Ayat 2 huruf b Undang-Undang Perbankan.

Putusan tersebut dibacakan oleh Majelis Hakim yang diketuai oleh Florensani Susana Kendenan, SH, MH, dengan anggota Arlandi Triyogo, SH, MH, dan Toto Ridarto, SH, MH.

Sebelumnya menurut Jaksa, para terdakwa tidak menerima suap atau uang pelicin atas fasilitas kredit yang diperoleh MJPL. Perbuatan pidana yang disangkakan kepada para terdakwa, ungkap Jaksa kepada beberapa awak media setelah pembacaan tuntutan, justru lantaran mereka tak melakukan hal-hal yang sudah ditentukan dalam memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kasus yang melibatkan Bank Permata ini berawal ketika kredit yang diberikannya pada PT Megah Jaya Prima Lestari (MJPL) mulai macet di tahun 2017.

Bank Permata lantas melaporkan debiturnya tersebut yang kemudian diadili dan dinyatakan bersalah serta dijatuhi hukuman 23 bulan tanpa denda oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Terdakwa pengurus MJPL kemudian melaporkan balik Bank Permata ke OJK dengan tembusan ke Bareskrim Polri dan Bank Permata. Laporan tersebut langsung ditindaklanjuti oleh Polisi dengan menggeledah, menyita dan kemudian menetapkan 11 mantan direksi dan karyawan Bank Permata sebagai tersangka.

“Ardi Sedaka dan 7 mantan karyawan Bank Permata lainnya terkena peluru nyasar. Itu sebabnya perkara ini penuh dengan kejanggalan, cacat hukum, dan dipaksakan. Semua ini sudah dibuktikan dalam pengadilan, tetapi tidak menjadi pertimbangan,” ungkap Didit.

Sementara itu rekan-rekan Ardi sesama alumni SMA Kanisius Jakarta dan alumni FEB Universitas Indonesia menyatakan optimisme bahwa kebenaran pasti akan terungkap. Dikabarkan bahwa Forum Alumni CC83 & FE83 akan berusaha melakukan diskusi dan langkah-langkah koreksi bersama lembaga-lambaga yang kredibel.

“Intepretasi atas Undang-undang Perbankan, khususnya Pasal Pasal 49 Ayat 2 huruf b, harus ditetapkan. Demikian juga dengan koreksi terhadap ketidaksusuaian pelaksanaan tata kelola peradilan yang telah dialami oleh teman kami Ardi selama menjadi Tersangka maupun Terdakwa. Jangan sampai kembali muncul debitur sontoloyo yang dapat dengan mudahnya memanfaatkan celah hukum untuk memidanakan bankir-bankir lainya. Pihak-pihak yang terlibat juga harus dapat mempertanggungawabkannya. Mungkin saja panjang jalannya, tetapi ihktiar tidak akan berhenti,” ungkap Sahat Panggabean, alumnus CC83 & FE83.

Memperhatikan begitu banyaknya mantan direksi dan karyawan Bank Permata yang menjadi tersangka, maka sebaiknya malapetaka hukum ini dikaji lebih mendalam oleh otoritas dan komunitas profesi terkait. Apakah 11 tersangka mantan bankir Bank Permata ini, jika memang sudah putusan final bersalah, semata-mata bertindak sendiri-sendiri selayaknya “white collar crime” atau kesalahan mereka sebenarnya bersifat kolektif sehingga merupakan “corporate crime”? Sesuai sifatnya sebagai sebuah korporasi, pemegang saham dan direksi Bank Permata saat ini sudah seharus mampu menjelaskan posisi mereka.
(*)

Related Posts

News Update

Top News