Jakarta – Kamar Dagang dan lndustri (KADIN) Indonesia mengapresiasi langkah Pemerintah yang telah memperbesar kapasitas anggaran negara untuk mengantisipasi dampak krisis ekonomi dari penyebaran virus corona atau Covid-19.
“Kami mengapresiasi ketegasan Pemerintah untuk siap memperbesar kapasitas anggaran negara untuk mengantisipasi dampak krisis ekonomi dari COVID-19 sampai sebanyak yang diperlukan,” ujar Ketua Dewan Penasihat Kadin Sharif Cicip Sutardjo dalam keterangannya yang dikutip di Jakarta, Selasa, 14 April 2020.
Dia mengungkapkan, anggaran yang sebsar Rp405 triliun dalam bentuk dana tanggap darurat yang sudah diumumkan Pemerintah adalah awalan yang baik. Selanjutnya, dirinya menyarankan agar Pemerintah bisa mengkomunikasikan hal ini dengan jelas kepada setiap stakeholders.
“Bahwa Rp405 triliun adalah langkah awal yang baik dan prudent, dan cukup untuk tahap pertama. Dengan demikian pesan yang disampaikan ke masyarakat dan ke pasar internasional jelas dan tegas,” ucapnya.
Menurutnya, Indonesia memiliki kapasitas finansial yang lebih dari cukup untuk keluar dari wabah COVlD-19 dengan dampak serta solusi perekonomian yang terukur dan terkendali. Karena, kata dia, kepercayaan pasar terhadap penanganan pemerintah atas situasi sekarang ini sangat penting untuk menjaga stabilitas makro.
Ia menyatakan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang telah mengumumkan langkah-langkah taktis di tataran mikro seperti kebijakan relaksasi kredit khususnya bagi penerima KUR sampai enam bulan, peningkatan bantuan pemerintah non tunai, dan kartu pra kerja, adalah suatu langkah yang patut diapresiasi.
Lebih lanjut dirinya menilai, krisis yang disebabkan oleh COVlD-19 berbeda dengan krisis-krisis ekonomi sebelumnya. Sebelumnya setiap krisis pasti berdampak kepada orang yang mampu dulu. Sedangkan sekarang masyarakat tidak mampu, pengusaha UMKM yang biasanya jadi benteng pertahanan ekonomi justru yang menjadi korban pertama.
Demikian juga krisis yang lainnya seperti bencana alam, terorisme, atau bahkan perang sekalipun. Semua krisis tersebut, menurut Cicip, ada polanya, ada parameternya, dan terlihat bentuknya. Sehingga solusinya lebih bisa diformulasikan dan dikendalikan. Masyarakat lebih mudah untuk diatur dan diarahkan oleh Pemerintah dalam krisis-krisis lain yang sebelumnya.
“Karena ketika Pemerintah terpaksa meminta masyarakat mengurung diri di rumah, langsung saat itu juga krisis yang dihadapi masyarakat berlipat ganda menjadi krisis ekonomi dan sangat mudah bergeser menjadi krisis sosial. Baik di kalangan pengusaha maupun di kalangan masyarakat ekonomi bawah,” paparnya.
Bagi pengusaha, jelas dia, karena tidak ada pemasukan, tidak kuat membayar gaji karyawan terpaksa melakukan PHK massal. Belum lagi beban THR mendekati hari raya. Akhirnya bisa terjadi bentrokan sosial antar kelompok masyarakat.
Semua ini, menurut Cicip, Pemerintah perlu menyatukan dan memimpin seluruh elemen bangsa dalam satu konsep dan kerangka kerja yang berdasarkan satu pemahaman, dan yang terpenting satu tujuan bersama. “Intinya, Pemerintah harus perlakukan krisis COVID-19 ini lebih sulit dibandingkan melawan ancaman perang,” tegas Cicip.
Dia menambahkan, penanganan wabah COVlD-19 dan dampaknya bisa jauh lebih maju dan lebih cepat dari kenyataan saat ini. Dengan mengikuti pemberitaan penanganan COVID19 di negara-negara lain saja, menurut Cicip, Pemerintah bisa tahu banyak apalagi kalau langsung bertukar informasi dan bekerja sama dengan negara lain.
Cicip mencontohkan Tiongkok dan Korea Selatan sudah berhasil menangani wabah COVID 19, dan saat ini sudah di tahap mengantisipasi siklus kedua karena beberapa pasien yang sembuh malah kembali terdeteksi positif. Sedangkan Indonesia menghadapi siklus pertama pun terkesan lamban kemajuannya.
Saat ini, lanjut dia, kebijakan Pemerintah masih terfokus seputar pembatasan sosial, kelangkaan alat pelindung diri (APD), dan debat mengenai mudik dan tidak mudik, dan sebagainya. Padahal negara lain sudah mulai mengantisipasi siklus kedua, menyiapkan rencana normalisasi, bahkan fokus kepada pengembangan vaksin.
“Dan setiap satu nyawa yang hilang mewakili seluruh rakyat Indonesia, karena yang berikutnya bisa siapa saja, dimana saja dan kapan saja. Kondisi ini sudah sebanding dengan kita menghadapi ancaman agresi militer yang mengancam ketahanan nasional. Karena yang terancam adalah kamampuan rakyat untuk bertahan dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,” cetusnya.
Untuk itu, kata dia, Pemerintah perlu menyampaikan dengan jelas apa strategi yang diterapkan untuk menangani wabah sekaligus dampak krisis ekonomi dari virus COVlD-19 ini. Strategi tidak sama dengan langkah-langkah taktis. Misalnya strategi pemerintah adalah melindungi setiap rakyat agar tetap sehat, berdaya dan sejahtera dalam melawan wabah dan dampak COVlD-19 ini.
Hal tersebut penting dilakukan pemerintah supaya rakyat dan dunia usaha yang sebenarnya ingin berkontribusi tahu harus melakukan apa dalam kondisinya masing-masing. (*)