Jakarta – Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) memandang adanya kasus gagal bayar di perusahaan asuransi seperti Jiwasraya belum begitu berdampak signifikan terhadap bisnis industri secara keseluruhan. AAJI pun mengingatkan OJK, jika penyelesaian kasus tersebut berlarut-larut akan memperburuk kinerja industri asuransi ke depan.
“Misal di 2019 membuktikan tidak ada dampaknya dari kasus (Jiwasraya) itu. Tapi kalau kasus itu tak cepat ada solusinya, ditakutkan mengganggu kinerja (industri),” kata Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon di Jakarta, Rabu 11 Maret 2020.
Namun AAJI menyambut positif adanya reformasi industri keuangan non bank (IKNB) yang dilakukan OJK. AAJI berharap reformasi tersebut akan turut memberikan dukungan terhadap pertumbuhan industri asuransi jiwa yang bisa segera dilakukan dalam bentuk antara lain pertama melalui percepatan pembentukan Lembaga Penjamin Pemegang Polis (LPPP) Asuransi.
Selain itu, AAJI secara konsisten memberi kesempatan industri asuransi untuk tetap bertumbuh, dengan tidak membatasi produk yang ditawarkan di kanal distribusi bancassurance. AAJI juga menghimbau agar regulasi dapat memberikan insentif bagi industri asuransi berupa pemberian keringanan pajak bagi nasabah pemegang polis asuransi.
Dan terakhir, AAJI memandang perlu untuk reformasi sektor jasa keuangan secara menyeluruh, tidak hanya di IKNB tetapi juga di sektor keuangan lainnya (banking dan pasar modal).
Lebih lanjut Budi memandang, pada awal tahun 2020 industri asuransi memang dihadapi oleh berbagai ketidakpastian. Meski begitu, pihaknya optimis industri asuransi dapat terus tumbuh hingga akhir tahun 2020.
Sebagai informasi, pada tahun 2019 industri asuransi masih mencatat pertumbuhan pendapatan (Income) sebesar 18,7%, dari Rp204,89 triliun pada 2018 menjadi Rp243,20 triliun di tahun 2019 dengan data dihimpun AAJI dari 59 perusahaan anggota dari total 60 perusahaan. (*)
Editor: Rezkiana Np