Jakarta – Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) bergerak cepat merespons penurunan tajam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga 6,6% ke posisi 5.136,81 poin pada perdagangan kemarin Senin (10/3). KSSK mengaku akan terus melakukan pemantauan dampak anjloknya IHSG terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia.
Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan Sri Mulyani Indrawati selaku Ketua KSSK yang sekaligus Menteri Keuangan, di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Selasa, 10 Maret 2020. Menurutnya, perkembangan yang terjadi saat ini di pasar saham, telah menjadi perhatian serius KSSK selaku regulator di sistem keuangan nasional.
“Itu semua jadi perhatian yang perlu terus kita ikuti dan waspadai. Ini warning, kondisi ini bukan kondisi biasa. Langkah pertama, kita bersama Bank Indonesia, OJK dan LPS terus monitoring terhadap gerakan ini ke stabilitas sistem keuangan Indonesia,” ujar Sri Mulyani.
Dia mengatakan, langkah KSSK salah satunya kebijakan yang sudah dikeluarkan oleh OJK yakni mengizinkan semua emiten atau perusahaan publik melakukan pembelian kembali (buyback) saham sebagai upaya memberikan stimulus perekonomian dan mengurangi dampak pasar yang berfluktuasi secara signifikan.
Buyback saham oleh emiten dalam kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan, pembelian dapat dilakukan tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan RUPS. Kebijakan ini dilakukan seiring dengan perlambatan dan tekanan perekonomian baik global, regional maupun nasional sebagai akibat dari wabah Covid-19 dan melemahnya harga minyak dunia.
“Ini tujuannya untuk mengembalikan rasionalitas market pasar karena mereka merasa ada ketidaknyamanan dan kenyamanan karena adanya virus corona, perang minyak antara saudi dan rusia munculkan ketidaknymanan dan kenyamanan dengan alihkan investasinya ke instrumen yang paling aman,” ucap Menkeu.
Dirinya mengungkapkan, bahwa pihaknya terus melakukan komunikasi dan konsolidasi dengan BI, OJK dan LPS. Menurutnya, BI juga sudah mengeluarkan kebijakannya dari sisi likuiditas perbankan yakni dengan menurunkan rasio GWM Valas Bank Umum Konvensional, dari 8% menjadi 4%. Penurunan rasio GWM Valas tersebut akan meningkatkan likuiditas valas di perbankan sekitar USD3,2 miliar.
“Kita perlu kembalikan market ini supaya nyaman jadi kita berhubungan langsung dengan market psychology. Itu jadi psikologis yang muncul di sana namun ini harus tetap kita waspadai kalau berlangsung lama dan sangat lama bisa pengaruhi fundamental jadi kami BI, OJK dan LPS berupaya agar pengaruhnya gak masuk ke sektor fundamental,” tutup Srimul. (*)