Jakarta – PT Artajasa Pembayaran Elektronik (Artajasa) terus memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan bisnis dengan cara memperlancar sistem pembayaran.
Bayu Hanantasena, Direktur Utama Artajasa mengatakan, dalam masyarakat yang kian berkembang, bank dan lembaga keuangan berperan penting sebagai mediator antara pihak yang memiliki dana dan yang membutuhkan dana. Ekosistem ini berkembang dengan melibatkan perusahaan teknologi finansial.
Di antara berbagai pelaku ekonomi tersebut terdapat sistem pembayaran yang memungkinkan aliran transaksi dana terjadi.
Sebagai perusahaan yang terlibat dalam sistem pembayaran, Artajasa selama 20 tahun ini berperan dalam melakukan switching dan penyedia jasa pembayaran.
Hasil wawancara mendalam dengan eksekutif bank swasta dan syariah di Indonesia menunjukkan Artajasa berperan meningkatkan layanan kepada nasabah dan mendukung digitalisasi bank yang memungkinkan perbankan meningkatkan pendapatan mulai fee based income hingga bunga.
Eksekutif bank swasta dan syariah juga memandang Artajasa sebagai partner dalam meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia.
Berdasarkan studi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di penghujung 2019, indeks literasi keuangan di perkotaan mencapai 41,41%, dan inklusi keuangan ya mencapai 83,60%. Adapun indeks literasi dan inklusi keuangan masyarakat perdesaan adalah 34,53% dan 68,49%.
“Data tersebut menunjukkan sebenarnya masih cukup banyak masyarakat yang unbank,” ujarnya di Jakarta dalam seminar nasional bertema ‘Peran Transaksi Elektronis Terhadap Perekonomian Indonesia’ di Jakarta, Selasa, 11 Februari 2020.
Kemudian wawancara mendalam yang dengan eksekutif perusahaan fintech menyebutkan keberadaan Artajasa memungkinkan mereka memberikan opsi layanan pembayaran lebih banyak dan interkoneksi dengan bank-bank di Indonesia. Dengan kata lain memberikan use case bagi user mereka.
Hal ini meningkatkan daya tarik bagi non-user untuk menjadi user aplikasi fintech. Selain itu, mereka juga melihat Artajasa sebagai partner dalam meningkatkan transaksi non-cash atau dalam menyukseskan Gerakan Nasional Nontunai.
Hasil sementara survei kepada end user, memperlihatkan respon positif terhadap layanan yang diberikan oleh Artajasa. “Mereka merasakan layanan transaksi elektronis yang diberikan sudah cukup sesuai dengan kebutuhan dan aman. Hal ini tentunya menambah keyakinan end user untuk melakukan transaksi elektronik,” ucapnya.
Artajasa diharapkan dapat berinovasi dalam hal teknologi dan layanan yang mengikuti perubahan zaman. Sebagai contoh dengan mengimplementasikan QRIS, ataupun penerapan teknologi blockchain. Dengan adanya inovasi yang berkelanjutan memungkinkan Artajasa dalam menjawab berbagai tantangan.
Berdasarkan data di 14 negara maju, biaya sistem pembayaran berkisar 1% hingga 1,5% dari Produk Domestik Bruto. Indonesia, dengan karakteristik negara kepulauan dan infrastruktur yang jauh dari ideal, memiliki estimasi biaya dari sistem pembayaran melampaui angka benchmark tersebut.
Di samping itu terdapat transaction cost yang terikat dengan pembayaran berupa cash yang menambah biaya dari sistem pembayaran tersebut.
Biaya tersebut dapat diturunkan jika pembayaran berbasiskan cash dialihkan menjadi pembayaran elektronik. Dengan kata lain, peningkatan electronic payment akan berakibat pada turunnya transaction cost sehingga perekonomian akan efisien.
Di samping penurunan biaya sosial dan transaksi, kesejahteraan social (social welfare) dapat meningkat dengan berkurangnya transaksi non-elektronis. Penelitian lain menunjukkan peningkatan transaksi elektronis akan mendorong pertumbuhan ekonomi (PDB) dan menurunkan harga (inflasi).
“Artajasa dalam usianya yang ke-20 di bulan Februari tahun 2020 ini, telah memainkan berperan menjadi sebagai katalis dalam peralihan ini dengan menyediakan jasa pembayaran elektronis dan switching yang memungkinkan transaksi elektronis terjadi dengan akurat, cepat, dan aman,” tutupnya. (*)