Jakarta – Fenomena “bakar uang” dikalangan startup sudah menjadi budaya di seluruh dunia. Nama Lippo Group yang sudah jenuh melayani sikap OVO bakar duit, seakan menjadi pengingat bahwa tak selamanya startup melakukan ritual bakar uang tersebut.
Namun sampai kapan hal tersebut dinilai wajar dilakukan sebuah startup tanpa menghilangkan unsur keuntungan didalamnya?
Menjawab pertanyaan tersebut Head of Investment Mandiri Capital Indonesia Rabbi Amrita Givatama memandang, budaya tersebut tidak terlepas dari perusahaan rintisan startup. Hal tersebut sering dilakukan startup untuk melakukan pemasaran dan pengenalan bisnisnya.
“Mereka bakar duit untuk mengakselerasi bisnis mereka dalam melakukan customer position. Untuk changing behavioural yang dilakun oleh company-company sebelumnya di e-wallet seperti gopay dan lainnya,” kata Rabi di Plaza Mandiri Jakarta, Jumat 6 Desember 2019.
Meski begitu, perusahaan harus bisa bangkit menciptakan peluang bisnis sendiri dan menciptakan keuntungan agar dapat bertahan hidup ditengah persaingan bisnis. Rabi memandang, ritual bakar uang sudah lazim dilakukan namun dalam batas yang wajar yakni paling lama 5 tahun.
“Kalau untuk ideal waktu, ya antara industri satu dan lainnya beda-beda. Cuman sewajarnya antara 3 hingga 5 tahunlah,” tambah Rabi.
Rencana penjualan 70 persen saham OVO oleh Lippo Group memang cukup mengagetkan. Bagaimana tidak, dikabarkan Lippo Group sudah tidak tahan mengenai ritual bakar uang yang telah dilakukan OVO. Sebelumnya bisnis OVO memang terbilang subur. OVO tercatat memiliki valuasi 2,9 miliar dollar AS atau setara dengan Rp41 triliun per Oktober 2019. (*)
Editor: Rezkiana Np