Jakarta – Sejarah baru akan terjadi pada lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Periode kepemimpinan Wimboh Santoso akan tercatat sejarah dimana DPR RI bereaksi membentuk Badan Khusus Pengawas OJK. Hal ini dilakukan untuk mengawasi kinerja pengawasan OJK yang tidak optimal khususnya pada penanganan kasus Jiwasraya, Bumiputera dan Bank Muamalat.
Pembentukan Badan Pengawas tersebut tentu berbeda dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebab badan pengawas KPK dibentuk untuk check and balance, tapi Badan Khusus Bentukan Komisi XI DPR RI ini dibentuk karena kinerja pengawasan OJK yang kurang optimal. Tak tanggung-tanggung, untuk merealisasikan badan pengawas tersebut DPR bakal merevisi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
“Itu nanti akan merevisi UU 21 tahun 2011 tentang OJK yang diusulkan oleh Komisi XI kepada Badan Legislatif untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024,” ujar Anggota Komisi XI DPR Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno kepada Infobanknews di Jakarta, Rabu 20 November 2019.
Menurutnya, badan pengawas tersebut harusnya sudah ada pada awal pembentukan OJK seperti layaknya Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang dan bertanggung jawab langsung kepada DPR sehingga setiap kinerja dapat terus diawasi.
Meski begitu, Hendrawan menyebut, pembahasan revisi UU OJĶ tersebut masih menunggu kesepakatan bersama di Komisi XI DPR RI agar dapat diajukan. Dengan begitu, Revisi tersebut baru akan menjadi RUU Prioritas pada tahun 2021.
“Rasanya akan digarap pada RUU Prioritas 2021, karena 2020 suda ada antara lain RUU Bea Meterai dan RUU Cukai,” tambah Hendrawan.
Dengan adanya Badan Pengawas OJK tersebut diharap dapat meningkatkan kinerja OJK kedepan dalam hal pengawasan lembaga keuangan. Sejalan dengan hal itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, bila penyehatan lembaga keuangan ditangani dengan berlarut-larut dikhawatiran akan mengganggu stabilitas keuangan nasional.
“Sudah pas bila ada badan khusus untuk OJK, karena masalah Jiwasraya, Bumiputera dan Muamalat bisa berdampak sistemik ke resiko keuangan nasional. Jadi wajar DPR turun tangan,” tambah Bhima.
Sebagai lembaga pengawas tentunya OJK harus dapat memetakan lembaga keuangan yang kurang sehat sehingga bisa mengantisipasi adanya kasus seperti Jiwasraya, Bumiputera dan Bank Muamalat. Terlebih, biaya anggaran OJK berasal dari hasil penarikan iuran biaya tahunan seluruh lembaga keuangan.
Sebagai informasi, pada rancangan Rencana Kegiatan dan Anggaran Tahunan (RKAT) 2020, OJK bahkan mengajukan Anggaran Tahunan 2020 sebesar Rp6,06 triliun atau mengalami kenaikan mencapai 9,64 persen bila dibandingkan dengan Anggaran OJK 2019. Kenaikan anggaran OJK tahun depan yang diajukan tersebut diperoleh dari penerimaan pungutan industri jasa keuangan di 2019. (*)
Editor: Rezkiana Np