Jakarta – Peningkatan Sumber Daya Manusia menjadi penting dalam peralihan menuju zaman digitalisasi. Jika hal ini tidak dilakukan, seperti yang diucapkan oleh Menteri Ketenagakerjaan dan Tansmigrasi Hanif Dhakiri mengatakan, 56 persen penduduk Indonesia akan kehilangan pekerjannya.
Namun, semuanya akan tertolong karena era digitalisasi akan menciptakan lapangan kerja baru melalui inovasi dan kreatifitas.
Era digitalisasi mengakibatkan berubahnya cara berpikir manusia, hidup, dan berhubungan satu dengan yang lain.
Perubahan yang signifikan pada bidang teknologi, menyebabkan perubahan juga pada bidang lain seperti ekonomi, sosial, dan politik. Tentu hal ini juga akan mempengaruhi perubahan kebutuhan sumber daya manusia (SDM), apalagi SDM adalah salah satu faktor keberhasilan dari era digital transformation.
Namun masih banyak SDM yang belum mampu menghadapinya. Terlebih bagi pekerja lama apalagi yang sudah tua, tentu akan butuh waktu agar bisa mengikuti perkembangan industri. Sebab di zaman Digitalisasi ini diperlukan keterampilan khusus dalam berhadapan dengan teknologi baru.
Berdasarkan riset Mckinsey, guna mencapai sasaran tersebut, Indonesia membutuhkan 17 juta tenaga kerja yang “melek” digital, dengan komposisi 30 persen di industri manufaktur dan 70 persen di industri penunjangnya. Jika ini terealisasi, maka bukan tidak mungkin jika Indonesia bisa menambah pemasukan ekonomi hingga USD150 miliar.
Pelaku usaha atau perusahaan menjadi subjek yang paling penting dalam era digitalisi khususnya dalam upaya peningkatan kompetensi SDM. Langkah ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, yang menginginkan pembangunan nasional lewat pembangunan SDM yang berkualitas, seperti menjalankan program pendidikan dan pelatihan vokasi yang lebih masif.
Peran Human Resources Departemen (HRD) di setiap perusahaan harus menjadi yang terdepan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk menghadapi tantangan dari industri digitalisasi.
Untuk itu, Sinar Mas dan PT Oriente Mas Sejahtera (Finmas) menggelar diskusi tentang “Digital Economy Talent Gap and Workforce Challenges” yang diselenggarakan di Sinar Mas land Plaza, Rabu (23/10/2019).
Dalam acara itu ada beberapa pembicara dari beberapa perusahaan yang membahas dampak dan peluang digitalisasi.
Sylvano damanik, Vice Chairman Korn Ferry Hay Group Indonesia mengatakan, jika hal ini tidak dilakukan, maka akan terdampak kepada 18 juta pekerja atau USD442,6 miliar di Indonesia pada tahun 2030.
“Ini hampir semua terjadi di seluruh negara,” katanya.
Doni Priliandi CEO Happy5 mengatakan, kesalahan transformasi digital, bukan karena digital, tapi transformasi perilaku. Ini peran pemimpin atau CEO sangat diperlukan di perusahaannya, bukan hanya peran human resources.
“Jadi kegagalan transformasi digital bukan karena digitalnya, tetapi orang-orangnya yang tidak bisa beradaptasi,” katanya.
Memanfaatkan Digitalisasi
Dalam acara tersebut, juga dibahas tentang perusahaan yang beralih ke dunia digital. Hal ini karena digitalisasi bisa dipandang sebagai peluang. Dua diantara perusahaan yang menyadari hal tersebut adalah PT Pegadaian dan Sinar Mas
BUMN PT Pegadaian tersebut akan mengeluarkan produk-produk secara digital. Produk-produk akan dikeluarkan lewat aplikasi dan website.
“Kami akan masuk ke bisnis mikro untuk pinjaman Rp25 juta ke bawah. Kami akan masuk ke digitall lending. Ini merupakan cara kami menghadapi atau memanfaatkan digitalisasi,” kata Mh. Edi Isdwiarto, Direktur SDM dan Hukum PT Pegadaian.
Dalam era digitalisasi ini, lahirnya inovasi-inovasi terbaru berbasis teknologi semakin tak terbendung, tak terkecuali dalam bidang keuangan atau yang biasa disebut financial technology (fintech).
Sebagai salah satu perusahaan korporasi terbesar di Indonesia, Sinas Mas mampu melihat peluang tersebut. SINAR MAS mampu memanfaatkan era digitalisasi dengan berinovasi membangun startup financial technology (fintech) FIMNAS (PT Oriente Mas Sejahtera) gabungan dari perusahaan multi nasional Oriente.
“FINMAS adalah perusahaan fintech yang fokus peada kaum menengah ke bawah dan milenial dimana tahun ini FINMAS memfokuskan peningkatan literasi keuangan di seluruh Indonesia,” kata Rainer Emanuel, Head of PR Finmas.
Dia mengatakan, geliat sektor fintech di Indonesia telah merambah ke berbagai sektor, seperti startup pembayaran, peminjaman (lending), perencanaan keuangan (personal finance), investasi ritel, pembiayaan (crowdfunding), uang elektronik, dan lain-lain.
Era digital telah menggiring masyarakat kepada berbagai hal yang praktis dan tanpa batas, semua transaksi keuangan dilakukan melalui gadget seperti melakukan transfer dana, berinvestasi hingga memperoleh pembiayaan. Hal ini yang kita kenal dengan sebutan Financial Technologi atau FinTech. Fintech sendiri berarti teknologi dan inovasi baru yang dikembangkan untuk memperluas dan mempermudah akses masyarakat dengan layanan jasa keuangan.
Fintech di Indonesia tercatat tumbuh signifikan hingga pertengahan tahun ini. Dari data Otoritas Jasa Keuangan, hingga Juli 2019, perusahaan fintech yang sudab terdaftar atau berizin mencapai 127, 8 diantaranya merupakan fintech syariah. Sebanyak 88 perusahaan didanai oleh perusahaan dalam negeri dan 39 didanai oleh asing.
Jumlah akumulasi rekening leader mencapai 518.640 entitas atau meningkat 149,94% (ytd). Sementara rekening borrower tercatat mencapai 11.415.849 entitas meningkat 161,86% (ytd). Akumulasi jumlah outstanding pinjaman mencapai Rp7, 83 triliun, meningkat 73,11% (ytd). (*)