Perlambatan Sektor Properti Diakui Karena Demand yang Turun

Perlambatan Sektor Properti Diakui Karena Demand yang Turun

Jakarta – Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Retno Ponco Windarti mengungkapkan masalah pertumbuhan properti yang melambat bukan karena masalah likuiditas perbankan, melainkan lebih ke demand atau permintaan.

“Jika kita berbicara soal properti bukan masalah likuiditasnya, tapi kita liat masalah demainnya. Sejauh ini masalah likuiditas untuk membiayai properti tidak ada masalah,” kata Retno diacara 3rd Indonesia Mortgage Forum 2019 yang diselenggarakan infobank dengan Indonesia Mortgage Bankers Association (IMBA) Perbanas di Hotel Shangrila Jakarta, Kamis, 17 Oktober 2019.

Retno menjelaskan, dari sisi likuiditas, ketahanan permodalan perbankan masih tinggi disertai likuiditas yang terjaga.

Dimana rasio kecukupan modal (CAR) sampai dengan Juli 2019 tetap tinggi, yakni 23,1%. Sementara itu likuiditas perbankan terjaga antara lain tercermin pada rasio alat likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 19,7% atau meningkat dari 19,1% dari Juni 2019.

“Jadi sampai Juli 2019, Indeks stabilitas sistem keuangan dan indeks resiko sitemik perbankan masih terjaga di zona normal didukung oleh kondisi pasar keuangan dan permodalan perbankan yang tetap baik,” jelasnya.

Disisi lain ujar Retno, Bank Indonesia sejauh ini juga telah memberikan banyak kelonggaran untuk sektor properti yakni lewat aturan Loan to Value (LTV) sejak tahun 2012. Dengan aturan LTV yang baru membuat uang muka atau down payment (DP) yang dibayar debitur KPR/KPA atau properti lainnya berkurang. Semakin longgar atau besar rasio LTV maka semakin kecil uang muka yang disediakan konsumen. 

Iapun tak menampik, pertumbuhan kredit sedikit melambat, dari 9,9% di Juni 2019 menjadi 9,6% di Juli 2019. Namun, hal terdebut dipengaruhi oleh kondisi pertumbuhan ekonomi global yang masih melambat.

Ketegangan hubungan AS dan Tiongkok yang terus berlangsung makin menunkan volume perdangan dunia dan pertumbuhan ekonomi dunia, yang gilirannya menekan harga komoditas.

“Pertumbuhan ekonomi Indonesia turut terpengaruhi kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan. Kedepan kita masih akan mengalami resiko global, ekonomi global yang masih melambat, ketegangan hubungan dagang, dan geopolitik,” jelasnya. (*)

Related Posts

News Update

Top News