Jakarta – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mengaku, akan segera memutuskan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam mengatur batas atas kenaikan harga saham saat pencatatan perdana di perdagangan Bursa. Langkah-langkah tersebut akan diumumkan pada Desember 2018 mendatang.
Direktur BEI, I Gede Nyoman Yetna di Gedung BEI, Jakarta, Kamis, 29 November 2018 mengatakan, saat ini regulator pasar modal tengah mengkaji tren kenaikan harga saham IPO saat transaksi perdana hingga mencapai 70 persen. BEI akan menyimpulkan hasil kajian itu sebelum akhir tahun ini.
Saat ini, kata dia, pihaknya memiliki sejumlah alternatif untuk mengatur besaran kenaikan harga saham IPO di pasar sekunder, “Pada Desember ini baru kami putuskan langkah apa yang sebaiknya diambil,” ujar Nyoman.
Dia menyebutkan, alternatif pertama terkait pengaturan itu adalah penetapan besaran batas atas penolakan penawaran secara otomatis (auto-rejection). Kedua, melakukan pengetatan pengawasan terhadap transaksi, dan yang ketiga adalah penggabungan pada dua alternatif pengaturan tersebut.
Menurutnya, beberapa bursa saham utama di dunia telah mengatur batas atas dan batas bawah titik auto rejection saham perdana berkisar 20-30 persen. “Batas auto-rejection atas dan bawah saham perdana itu umumnya 20-30 persen,” tegas dia.
Sebelumnya, kata Nyoman, rencana pengaturan tersebut akan berlaku sebelum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan penerapan mekanisme penawaran awal, penjatahan dan distribusi efek bersifat ekuitas yang berbasis teknologi digital (e-book building).
Baca juga: BEI: Implementasi Pencairan Saham 2 Hari Berjalan Mulus
Selain itu, BEI juga akan mengatur pemerataan distribusi saham di pasar primer, sebelum ketentuan e-book building berlaku pada Semester I-2019. Ia menilai, sejauh ini lonjakan harga pada pencatatan saham perdana bisa 70 persen dan kenaikan itu belum tentu mencerminkan fundamental emiten baru.
“Kalau naik sampai 70 persen hanya berapa lot dan beberapa kali transaksi saja, itu kan aneh. Itu menunjukan distribusi di pasar primer ada masalah,” tukasnya.
Sebagaimana diketahui, OJK mengaku akan segera mengatur besaran penjatahan terpusat dan penjatahan pasti. Rinciannya, untuk IPO mengincar dana kurang dari Rp100 juta, maka besaran penjatahan terpusat atau pooling sebesar 15 persen dari total saham yang ditawarkan.
Jika terdapat kelebihan permintaan 2,5 kali hingga sepuluh kali, maka besaran pooling ditambah menjadi 17,5 persen. Sedangkan untuk kelebihaan permintah sekitar 10-25 kali, besaran pooling ditambah 20 persen. Dan, kelebihan permintaan lebih dari 25 kali akan ditambah sebesar 25 persen.
Sementara itu, untuk IPO yang mengincar dana sekitar Rp100 miliar – Rp250 miliar, maka besaran pooling sebanyak 10 persen. Jika terdapat kelebihan permintaan 2,5-10 kali, maka pooling sebesar 12,5 persen. Sedangkan kelebihan permintaan 10-25 kali memiliki besaaran pooling 15 persen dan kelebihan permintaan lebih dri 25 kali dengan pooling sebesar 20 persen.
Untuk IPO dengan target dana Rp500 miliar – Rp1 triliun dengan pooling sebesar 5 persen. Jika terdapat kelebihan permintaan 2,5-10 kali, maka besaran pooling sebnyaak 7,5 persen, kelebihan permintaan 10-25 kali dengan pooling 10 persen dan kelebihan permintaan lebih dari 25 kali dengan pooling 15 persen.
Terakhir, untuk IPO dengan target dana lebih Rp1 triliun, maka besaran pooling sebesar 2,5 persen. Jika terdapat kelebihan permintaan 2,5 kali-10 kali dengan pooling 5 persen, kelebihan permintaan 10-25 kali dengan pooling sebesar 7,5 persen dan kelebihan permintaan lebih dari 25 kali dengan pooling sebesar 12,5 persen. (*)