Proboliggo- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencatat, hingga November 2018 tunggakan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mencapai Rp5,7 Triliun.
Direktur Teknologi dan Informasi BPJS Kesehatan, Wahyuddin Bagenda menjelaskan, dari jumlah tersebut, jumlah penunggak terbesar berasal dari kelompok peserta bukan penerima upah (PBPU).
“Meski PBPU merupakan penunggak terbesar, namun kelompok ini justru paling banyak menyedot biaya pelayanan,” ujarnya di Probolinggo, Kamis (22/11).
Sebelumnya, berdasarkan rencana kinerja dan anggaran tahun (RKAT) 2018 yang disusun, BPJS Kesehatan mengalami defisit arus kas (cashflow) mencapai Rp16,5 triliun.
Baca juga: Tutup Defisit Dengan Pajak Rokok, Iuran BPJS Tidak Naik
Sementara itu, Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Zainal Abidin menekankan, jajaran Direksi BPJS Kesehatan terus berusaha untuk menekan angka defisit tersebut. Meski, menurutnya hasil tersebut tidak akan maksimal jika pemerintah tak menaikkan iuran sesuai perhitungan aktuaria.
“Tanpa menaikkan iuran peserta, BPJS Kesehatan akan terus mengalami defisit,” ujarnya.
Selain itu, ia juga mendukung upaya pemerintah daerah untuk mengambil alih pembayaran iuran dari pajak rokok. (Bagus Kasanjanu)