Jakarta – Pemerintah telah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi ke-16 mengenai relaksasi kebijakan untuk ketahanan ekonomi nasional yang terdiri dari tiga kebijakan utama. Bank Indonesia (BI) menilai, paket kebijakan ini bakal memperkuat perekonomian yang nantinya akan memperbaiki neraca pembayaran Indonesia yang masih defisit.
Asal tahu saja, neraca pembayaran Indonesia pada kuartal III 2018 masih mengalami defisit sebesar US$4,4 miliar. Angka tersebut terus melebar bila dibandingkan dengan kondisi neraca pembayaran di kuartal II 2018 yang tercatat defisit sebesar US$4,3 miliar, dan di kuartal I 2018 yang juga mengalami defisit hingga sebesar US$3,9 miliar.
“Ini langkah konkret terus meningkatkan ketahanan ekonomi kita dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sejumlah koordinasi dilakukan termasuk langkah BI dengan kebijakan ini. Kami yakin ini semakin memperkuat ketahanan ekonomi kita termasuk neraca pembayaran,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Jumat, 16 November 2018.
Menurutnya, tiga kebijakan dalam Paket Kebijakan Ekonomi ke-16 ini akan meningkatkan Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia. Selain itu, juga akan menekan impor yang selama ini cukup tinggi. Sehingga, ke depannya, transaksi modal akan mencatatkan surplus, dan memperbaiki neraca pembayaran Indonesia yang masih defisit.
“Langkah langkah selama ini telah bisa meningkatkan confidence internasional untuk meningkatkan arus modal masuk ke Indonesia. Antara Januari-November 2018 aliran masuk telah mencapai Rp42,6 triliun,” ucap Perry.
Pemerintah telah merilis tiga kebijakan dalam Paket Kebijakan Ekonomi ke-16. Kebijakan pertama, pemerintah memperluas Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (tax holiday) untuk mendorong investasi langsung pada industri perintis dari hulu hingga hilir guna mendorong ekonomi.
Kemudian kebijakan yang kedua, pemerintah juga merelaksasi aturan daftar negatif investasi (DNI) sebagai upaya untuk mendorong aktivitas ekonomi pada sektor sektor unggulan. Selanjutnya untuk kebijakan yang ketiga, pemerintah memperkuat pengendalian devisa dengan pemberian insentif perpajakan. (*)