Harga Jagung Tinggi, DPR Diminta Evaluasi Data Kementan

Harga Jagung Tinggi, DPR Diminta Evaluasi Data Kementan

Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) diminta dapat mengevaluasi kinerja Kementerian Pertanian (Kementan), terkait kebijakan produksi dan cadangan jagung secara nasional. Pasalnya, klaim Kementan akan ketersediaan jagung dinilai tidak sesuai dengan fakta dilapangan. Indikasinya adalah terus melonjaknya harga jagung yang kini mencapai Rp5.300  dan minimnya stok di pasar.

Presiden Peternak Layer (ayam petelur) Nasional, Ki Musbar Mesdi mengatakan, jika melihat tren iklim, dan kondisi perjagungan nasional, peternak mengkhawatirkan terjadinya krisis pasokan jagung untuk pakan. Padahal, tinggi harga pakan berakibat ke tingginya harga ayam dan telur. Selain itu, data BPS juga menunjukkan bahwa luas lahan jagung saat ini menurun dari tahun-tahun sebelumnya.

“Kami meminta DPR untuk melakukan evaluasi kinerja pemerintah soal jagung. Keberadaan stok jagung berapa, dibandingkan kebutuhan kita berapa, serta produksi kita per bulan berapa. Cadangan kan tidak ada, Bulog kan tidak ngumpulin jagung,” ujar dia dalam keterangannya di Jakarta, yang dikutip Kamis, 1 November 2018.

Harga jagung yang mencapai harga Rp5.300 per Kg menjadi indikasi minimnya ketersediaan. Sementara, kebutuhan jagung untuk bahan pakan ternak sangatlah tinggi, yakni mencapai 780 ribu ton per bulan. Dirinya memprediksi, dalam kurun waktu bulan Desember hingga Maret mendatang, akan terjadi kekurangan stok jagung. Kondisi cuaca yang terjadi belakangan ini juga telah mempengaruhi hasil produksi dan pola tanam.

“Ini tentu mempertaruhkan nasib 1,8 juta pelaku peternak unggas. Nasibnya mau dikemanakan?” tegasnya.

Dirinya juga mempertanyakan, tidak adanya antisipasi yang dilakukan oleh Kementan, terkait siklus tingginya harga jagung pada periode Juli-September, yang disebabkan karena minimnya suplai.

Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Sudirman di kesempatan berbeda,  mengatakan senada. Ia menduga pemerintah akan melakukan impor bahan baku pakan ternak, sebagai solusi.  Namun, ia tetap berharap komoditi yang diimpor adalah jagung, dan bukan gandum. “Menurut saya daripada impor ‘feed wheat’ lebih baik impor jagung. Karena ‘wheat’ atau gandum kan tidak bisa ditanam di Indonesia,” ucapnya.

Secara tidak langsung, kata dia, sejak dihentikannya impor jagung untuk pakan, maka pabrik pakan ternak berusaha keras mengurangi ketergantungan terhadap jagung. Peternak ayam, baik layer (petelur) atau broiler (pedaging), beralih ke subtitusi lain seperti gandum dan produk dari pengolahan gandum. Dirinya juga khawatir akhir tahun ini, hingga awal tahun depan, mahalnya harga jagung akan terus memburuk, alias harga makin tinggi.

Sementara itu Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Imelda Freddy juga menyatakan, sudah sewajarnya pemerintah fokus untuk membenahi data jagung nasional.

“Ketika data salah, maka kebijakan yang dikeluarkan menjadi tidak efektif. Salah satu contoh dimana data pangan Indonesia tidak akurat dan berpengaruh terhadap kebijakan Indonesia adalah pada tahun 2015 dimana pemerintah memutuskan untuk membatasi impor dengan alasan suplai jagung mencukupi,” paparnya. (*)

Related Posts

News Update

Top News