Jakarta – Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menggrebek rumah produksi film porno di kawasan Jakarta Selatan, pada Senin (11/9).
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak mengatakan, polisi berhasil mengamankan lima orang dengan inisial I, JAAS, AIS, AT, SE.
Mereka terdiri dari sutradara hingga pemeran dari film syur tersebut yang berasal dari kalangan artis, selebgram, hingga model. Untuk lebih detail mengenai kasus ini, Infobanknews sudah merangkumnya untuk Anda.
1. Produksi Ratusan Film Syur
Berdasarkan hasil pemeriksaan kepolisian, terdapat ratusan video syur yang sudah diproduksi selama kurun waktu satu tahun oleh rumah produksi film dewasa di Jakarta Selatan
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak mengatakan, total sebanyak 120 film telah dibuat rumah produksi tersebut sejak tahun 2022.
“Selain itu, terdapat 10.000 pengguna yang sudah terdaftar di salah satu situs milik tersangka,” kata Ade, dikutip Selasa (12/9)
2. Tarif Berlangganan Rp500 Ribu Setahun
Para pelaku mematok tarif berlangganan mulai dari Rp5.000 per hari hingga Rp500 ribu setahun untuk bisa menikmati film syur tersebut.
3. Pelaku Dapatkan Keuntungan Rp500 Juta
Polisi mengungkap, total ada lima orang pelaku dengan inisial I, JAAS, AIS, AT, SE yang sudah meraup cuan sebanyak Rp500 juta, dari rumah produksi tersebut.
“Jumlah keuntungan yang diperoleh tersangka kurang lebih satu tahun beroperasi sudah sekitar Rp 500 juta,” beber Ade.
4. Gaet Artis hingga Selebram
Rupanya, para pemeran dalam produksi film dewasa di Jakarta Selatan berasal dari kalangan artis, model hingga selebram.
“Latar belakang dari pemeran wanita di sini mulai dari artis, foto model, maupun selebgram,” tambah Ade.
Baca juga: Majukan Film Indonesia, Kemenparekraf “Nyontek” Pola Australia
Ia mengatakan, rumah produksi film dewasa di Jakarta Selatan tersebut mencari pemeran melalui jaringan atau sindikat penyalur. Selain itu, rumah produksi ini juga melakukan profiling calon pemeran melalui media sosial.
“Tersangka ini selain mendapatkan talent dari kelompok jaringannya, juga dilakukan melalui profiling media sosial dari calon targetnya,” paparnya.
Dalam ‘bisnisnya’, pemeran adegan dewasa tersebut tidak terikat kontrak. Para pemeran ini mendapatkan bayaran setiap produksi film selesai. Bayaran yang diterima mulai dari Rp10 juta hingga Rp15 juta pada tiap filmnya.
“Pembayarannya pun bervariasi sesuai dengan nilai popularitas pemerannya di masyarakat,” jelas dia.
5. Polisi Buru 11 Pemeran Wanita
Hingga kini, polisi masih memburu sebanyak 11 pemeran wanita dan lima orang pemeran pria yang terlibat dalam produksi film dewasa di Jakarta Selatan tersebut.
“12 pemeran wanita salah satunya tadi kami penangkapan dan 11 lainnya saat ini masih kami kembangkan penyelidikan lebih lanjut. Lalu ada lima orang pemeran pria yang saat ini juga masih dikembangkan untuk penyelidikan,” bebernya.
6. Sutradara jadi Tersangka
Rupanya, lima tersangka yang ditangkap polisi memiliki peran masing-masing dalam menjalankan rumah produksi film dewasa di Jakarta Selatan tersebut.
Ade menjelaskan, tersangka I bertugas sebagai sutradara dari rumah produksi film dewasa tersebut. Selain itu, I juga berperan sebagai admin, produser, serta pemilik tiga situs film dewasa berlangganan yang beredar di media sosial.
Adapun, tersangka berinisial JAAS merupakan juru kamera dari tiap pembuatan film dewasa tersebut.
“Tersangka ketiga berinisial AIS yang perannya sebagai editor film. Sebelum kemudian diunggah di tiga website yang dimaksud,” ungkap Ade.
Lalu, tersangka AT bertugas sebagai sound enginering film tersebut. Terakhir tersangka SE, berperan sebagai pemeran wanita dalam film itu. Diketahui, SE berperan sebagai sekertaris dari rumah produksi tersebut.
“SE berperan sebagai sekretaris dan juga salah satu pemeran dari wanita di film adegan dewasa yang dimaksud,” papar Ade.
Saat ini, lima tersangka sudah ditahan di Rutan Polda Metro Jaya guna penyidikan lebih lanjut. Kelima tersangka dijerat dengan pasal berlapis yakni UU ITE dan undang-undang Pornografi. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra