Jakarta – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta kembali menyidangkan gugatan PT. Kredit Biro Indonesia Jaya (KBIJ) terhadap Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai surat keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK nomor : KEP-87/D.03/2015 tentang Pemberian Izin Usaha PT PEFINDO BIRO KREDIT, tertanggal 22 Desember 2015. Gugatan ini disidangkan dengan perkara No. 61/G/2016/PTUN-JKT.
“Penggugat (PT. Kredit Biro Indonesia Jaya) adalah sebuah Perseroan Terbatas (PT) yang didirikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia dan memperoleh pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, oleh karenanya dalam hal ini sah guna mengajukan gugatan terhadap Tergugat di Pengadilan Tata Usaha Negara DKI Jakarta,” ujar Kuasa Hukum PT. Kredit Biro Indonesia Jaya, Muhammad Ridwan Saleh dalam keteranganny di Jakarta, Kamis, 2 Juni 2016.
Dalam berkas gugatan tersebut, kata dia, sebagai Pejabat Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut sebagai “Pejabat TUN”), tergugat diberikan kewenangan sesuai dengan UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan untuk menerbitkan Objek Sengketa dalam perkara in litis yang masuk kategori sebagai Keputusan Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut sebagai “KTUN”) berupa surat keputusan Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) nomor : KEP-87/D.03/2015 tentang Pemberian Izin Usaha PT PEFINDO BIRO KREDIT, tertanggal 22 Desember 2015.
“Sebagaimana dipersyaratkan dalam pasal 11 Peraturan Bank Indonesia No. 15/1/PBI/2013 tentang Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan, sebuah badan hukum berupa Perseroan Terbatas yang ingin memperoleh Objek Sengketa maka diwajibkan harus memiliki jumlah anggota direksi paling kurang berjumlah 3 orang, yang mana aturan ini bersifat universal bagi setiap badan hukum yang ingin memperoleh izin usaha yang bergerak dalam bidang Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan, termasuk dan tidak terbatas kepada PT PEFINDO BIRO KREDIT yang telah memperoleh objek sengketa,” tukasnya.
Setelah penggugat melakukan verifikasi/pengecekan pada Ditjen Administrasi Hukum Uum pada kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia terkait legal dokumen milik PT PEFINDO BIRO KREDIT dalam memperoleh objek sengketa dari tergugat, ternyata diketemukan bahwa sesuai dengan Perubahan Anggaran Dasar terakhir milik PT PEFINDO BIRO KREDIT berdasarkan akta No. 43 tertanggal 22 Desember 2015 yang dibuat dihadapan oleh Ashoya Ratam, SH, Mkn, yang dijadikan salah satu syarat pengajuan permohonan untuk diterbitkannya Objek Sengketa oleh tergugat pada tanggal 22 Desember 2015, PT PEFINDO BIRO KREDIT tidak memiliki jumlah Direksi seperti yang dipersyaratkan dalam pasal 11 Peraturan Bank Indonesia No. 15/1/PBI/2013 tentang Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan, dikarenakan jumlah Direksi yang ada pada PT PEFINDO BIRO KREDIT hanya berjumlah dua orang saja.
“Padahal senyatanya dalam pasal 11 Peraturan Bank Indonesia No. 15/1/PBI/2013 tentang Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan dipersyaratkan paling kurang anggota Direksi berjumlah tiga orang, oleh karenanya objek sengketa yang diterbitkan PT PEFINDO BIRO KREDIT cacat prosedural,” uca Ridwan.
Oleh karena itu, dalam surat gugatan, Tergugat (OJK) dianggap melanggar peraturan karena tidak melakukan kewenangan yang ada padanya berupa pencabutan izin usaha PT PEFINDO BIRO KREDIT, padahal nyata-nyata Tergugat (OJK) mengetahui bahwa PT PEFINDO BIRO KREDIT telah melanggar dalam pasal 11 Peraturan Bank Indonesia No. 15/1/PBI/2013 tentang Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan.
”Selain itu, tindakan uncontrol dan pembiaran Tergugat (OJK) atas pelanggaran hukum yang dilakukan PT PEFINDO BIRO KREDIT dalam perolehan objek sengketa, juga melanggar ketentuan yang diatur dalam Surat Edaran Nomor 15/49/DPKL tanggal 5 Desember 2013 tentang Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan,” paparnya (*)