2025: Tahun Nestapa Kelas Menengah, Income-nya Akan Tergerus 4 Hal Ini

2025: Tahun Nestapa Kelas Menengah, Income-nya Akan Tergerus 4 Hal Ini

Oleh Karnoto Mohamad, Wakil Pemimpin Redaksi Infobank
 
SELAMAT Tahun Baru 2025. Tahun di mana beban hidup masyarakat bakal kian berat. Para pelaku bisnis pun ketar-ketir mengarungi tahun Ular Kayu. Shio yang konon memendam sifat penuh intropeksi dan misteri. Sama misteriusnya dengan tahun 2025 yang penuh ketidakjelasan dan ambigu.

Di tengah anjloknya daya beli masyarakat, pemerintahan Prabowo Subianto tetap ngotot menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen khusus untuk barang mewah mulai 2025.

Padahal, ada sumber penerimaan negara yang hilang dari pengemplang pajak di sumber daya alam sebesar Rp300 triliun, seperti dikatakan Hashim Djojohadikusumo. Nilainya jauh lebih besar daripada menaikkan PPN 11 persen menjadi 12 persen yang akan menambah pendapatan kas negara sekitar Rp75 triliun-80 triliun dan jika dikurangi Rp25-30 triliun untuk “pelipur lara” bagi masyarakat papan bawah, pemerintah akan menerima sekitar Rp50-55 triliun.

Tidak ada kabar bahwa pemerintah akan memburu para koruptor dan pengemplang pajak, seperti dikumandangkan Prabowo Subianto. Pemerintah memilih mengejar pajak kelasmenengah yang patuh membayar pajak, yang jumlah maupun daya belinya sudah ambrol. Dalam lima tahun, jumlah kelas menengah menyusut 10 juta menjadi 47,85 juta jiwa pada 2024.

Menurut Biro Riset Infobank, 2025 adalah tahun penuh nestapa bagi kelas menengah Indonesia. Mereka harus bersiap-siap pendapatannya tergerus dilahap oleh empat faktor ini.

Satu, kebijakan pemerintah, yaitu kenaikan PPN menjadi12 persen, pemberlakuan opsen pajak, dan pengenaan pajak atasbangunan yang dibangun atau direnovasinya sendiri sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor61/PMK.03/2022 tentang PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) sebesar 2,4 persen mulai 2025.

Penghapusan kelas BPJS, harga BBM mengikuti harga pasar, dan kebijakantarif KRL berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK), juga bakal memoroti kantong kelas menengah.

Dua, cuaca ekonomi makro dan dinamika pasar karenamelambungnya harga-harga yang disebabkan oleh menguatnya US dolar dan tingginya suku bunga cicilan karena ketatnya likuiditas di pasar.

Tiga, rendahnya literasi keuangan yang membuat merekagampang mencari pendanaan dari pinjaman online (pinjol) tanpa memperhitungkan bunga yang tinggi. Kelas menengah yang bermain judi online (Judol) dan menutupi dompetnya dengan utang pinjol lebih menangis lagi.

Empat, sempitnya lapangan kerja formal karena badai pemutusan hubungan kerja (PHK) belum akan berhenti pada 2025. Kementerian Ketenagakerjaan sudah memberikan aba-aba akan ada sekitar 60 perusahaan yang berencana melakukan PHK dalam waktu dekat.

Baca juga: Presiden Prabowo Resmi Umumkan Kenaikan PPN jadi 12 Persen dan Paket Stimulus Rp38,6 T

Padahal, jumlah PHK sepanjang 2023 yang mencapai 64.000 juta orang, jumlahnya diperkirakan membesar pada 2024. Sebab, pada sembilan bulan pertama saja sudah mencapai 52.993, atau atau naik 25,3 persen dari periode September 2023.

Ambrolnya kelas menengah otomatis memperlambat laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang kontribusinya sekitar53 persen terhadap produk domestic bruto (PDB). Indikasinya sudah terjadi pada 2024. Ketika pertumbuhan konsumsi masyarakat pada kuartal ketiga 2024 secara year on year hanya 4,91 persen, maka pertumbuhan PDB pun hanya 4,95 persen. Pada kuartal kedua 2024, pertumbuhan konsumsi swasta masih 4,93 persen, dan pertumbuhan PDB masih 5,05 persen.

Kelas menengah merupakan mesin utama pertumbuhan ekonomi. Tanpa mengembalikan jumlah dan daya beli kelas menengah, cita-cita Prabowo Subianto untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen hanya akan menjadi “omon-omon” belaka.

Apalagi jika kelas menengah terus dijadikan “sandwich” yang tertekan atas dan bawah. Yang diporoti pajak untuk membiayai masyarakat kelas bawah melalui bansos. Membiayai birokrasi yang gemoy dan tidak efisien. Membiayai cicilan utang warisan pemerintahan Joko Widodo yang jumlahnya bikin merinding.

Bagaimana nasib pertumbuhan ekonomi dan kenaikan kredit perbankan 2025? Hati-hati kredit mangkrak karena utang rumah tangga yang melambat karena pengaruh daya beli! Baca selengkapnya di Majalah Infobank Nomor 561 Januari 2025!

Related Posts

News Update

Top News