Jakarta — Suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed) diperkirakan akan stagnan dan cenderung akan turun pada tahun 2019 ini.
Hal tersebut disampaikan oleh Ekonom dan juga CEO Schroders Invesment Management Indonesia Michael Tjoajadi pada acara Market Outlook 2019 Bank Commonwealth. Menurutnya, suku bunga AS pada saat ini sudah berada pada puncaknya.
“Kebijakan suku bunga ketat juga akan slowdown. Yang tadinya perkiraan naik 3 kali lagi The Fed, orang prediksi maksimal naik 2 kali. Artinya subung di 2019 is a peak (puncak). Apakah di kuartal kedua, dan kemudian suku bunga turun,” jelas Michael di Jakarta, Kamis 17 Januari 2019.
Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan ekonomi Amerika akan melambat pada tahun ini, salah satunya ialah meredanya konfik yang terjadi antara AS dan Tiongkok.
Selain itu, dengan adanya perlambatan ekonomi di AS, diperkirakan juga akan berdampak positif terhadap perekonomian negara berkembang salah satunya terhadap Indonesia.
“Kalau ekonomi Amerika mengalami slowing down, dolar melemah, profit menurun, otomatis investor akan balik lagi ke negara lain, akan kembali ke negara lain termasuk Indonesia dan rupiah kita akan menguat,” tambah Michael.
Sebelumnya, bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed) dalam Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) telah menaikkan suku bunga jangka pendek sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 2,25 hingga 2,50 persen pada bulan Desember 2018 lalu.
Bank Indonesia (BI) sendiri memproyeksikan kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Fed Fund Rate (The Fed) pada tahun 2019 hanya sebanyak dua kali. Proyeksi tersebut tercatat telah mengalami perubahan dimana sebelumnya BI memprediksi kenaikan The Fed akan menaikan suku bunganya 3 kali pada 2019. (*)