Jakarta – PT Aryaputra Teguharta (APT) akan menyeret Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI (Bursa Efek Indonesia) ke meja hijau, atas hilangnya kepemilikan saham perusahaan sebanyak 32,32 persen di PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN).
“Pada Agustus ini kami akan melakukan gugatan untuk menyeret OJK dan BEI. Kesalahan OJK dan BEI telah melakukan pembiaran adanya mafia investasi di pasar modal,” kata Kuasa Hukum APT, Pheo Hutabarat di Jakarta, Senin, 20 Agustus 2018.
Menurut Pheo, melalui gugatan administrasi yang didaftarkan APTN pada Mei 2018, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta akhirnya menerbitkan Penetapan Penundaan berupa putusan yang membekukan anggaran dasar BFIN yang sebelumnya diberikan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
“Jadi, secara hukum anggaran dasar BFIN yang berlaku efektif dan terdaftar di Kemenkumham adalah anggaran dasar BFIN sebelum terjadinya pengalihan ilegal pada 2001. Saat itu APT adalah pemilik sah atas 32,32 persen saham,” jelas Pheo.
Sebelumnya diberitakan, Trinugraha Capital & Co CSA yang memiliki 42,81 persen saham di BFIN berencana melepas kepemilikannya sebesar 2,98 miliar saham kepada dua investor institusi asing.
Baca juga: Dibeli Mediobanca, Saham BFI Finance Melonjak
Menurut Direktur BFIN, Sudjono dalam keterbukaan informasi yang dilansir BEI, Trinugraha akan menjual sahamnya sebanyak 2.977.912.340 unit ke Compass Banca SpA yang merupakan anak usaha Mediobanca. “Sedangkan, sebanyak 1.646.000 unit ke Star Finance SRL,” katanya.
Manajemen Mediobanca dalam siaran persnya menyampaikan, pembelian sebesar 19,9 persen dari total saham BFIN sebagai jembatan untuk masuk ke sektor keuangan Indonesia.
Lebih lanjut Pheo mengatakan, pada kasus sengketa kepemilikan saham ini terdapat implikasi terkait pentingnya perlindungan kepemilikan saham yang merupakan aspek fundamental sebagai penyangga sistem pasar modal.
Dia menyebutkan, seharusnya OJK dan BEI tidak ragu memandang Putusan PK tersebut. “Jika OJK dan BEI tetap membiarkan perdagangan saham di bursa efek seolah tidak ada masalah, tentu hal ini bisa berbahaya bagi investor publik. Dikhawtirkan saham yang dibeli publik merupakan 32,32 persen milik APT,” papar Pheo.
Dia menilai, Konsorsium Trinugraha milik Komisaris BEI Boy Thohir tersebut sudah mengetahui perkara ini akan beujung pada kasus hukum, maka muncul rencana mengalihkan saham ke private placement bank, yaitu Compass Banca SPA yang merupakan 100 persen anak usaha Mediobanca SPA.
“Calon pembeli dari Italia ini bisa saja dibuktikan sebagai pihak beritikad buruk atau diduga sebagai penadah, karena membantu eksodus Konsorsium Tinugraha dan BFIN (short selling). Tidak mungkin investor kredibel menggelontorkan dana ratusan juta dolar AS untuk beli saham berisiko hukum,” tutupnya. (*)