Jakarta – Posisi Loan to Deposit Ratio (LDR) bank umum secara industri pada Juli 2018 mengalami peningkatan menjadi 93,11 persen dibanding LDR di bulan sebelumnya yang sebesar 92,13 persen. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menilai, kondisi LDR perbankan yang terus mengalami peningkatan tersebut telah mendorong risiko pengetatan likuiditas ikut meningkat di tengah tren kenaikan suku bunga simpanan dan membaiknya penyaluran kredit.
LDR menjadi parameter untuk melihat ketersediaan dana (likuiditas) bank untuk memenuhi penyaluran kreditnya. Berdasarkan Peraturan No. 17/11/PBI/2015, mengatur bahwa batas bawah LDR, yang kemudian berubah menjadi LFR sebesar 78 persen sedangkan batas atasnya ditetapkan sebesar 92 persen. Menurut kajian LPS, risiko pengetatan likuiditas masih relatif tinggi hingga Desember 2018, lalu bagaimana dengan tahun depan?
Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan mengatakan, isu pengetatan likuiditas perbankan yang terjadi saat ini, tidak separah jika dibandingkan dengan risiko pengetatan likuiditas pada saat krisis yang terjadi di 2008 silam. Dengan demikian, risiko pengetatan likuiditas yang terjadi di perbankan saat ini, diyakini masih mampu diatasi oleh perbankan. Terlebih, pertumbuhan ekonomi yang diprediksi semakin baik di tahun depan, tentu menjadi katalis positif bagi perbankan.
“Prediksi kitakan tahun ini kredit bisa tumbuh 10 persen, dan DPK tumbuh 8 persen, otomatis LDR nya cenderung meningkat. Tapi risiko likuiditas itu lebih dialami oleh bank yang LDR nya diatas 92 persen, itukan prudentnya OJK. Tapi isu likuiditas tidak separah seperti di tahun 2008,” ujar Fauzi kepada Infobank beberapa waktu lalu di Jakarta.
Risiko meningkatnya pengetatan likuiditas di tahun ini yang tidak separah dengan kondisi di 2008 silam, kata dia, tercermin dari imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun yang saat ini masih sebesar 8,5 persen. Berbeda dengan kondisi di 10 tahun lalu imbal hasil SBN tenor 10 tahun saat itu berada diatas 14-15 persen. Langkah yang dilakukan pemerintah saat itu adalah guna meningkatkan kepercayaan investor untuk dapat berinvestasi di Indonesia.
“Jadi masih jauhlah kalo dilihat dari imbal hasil SBN tenor 10 tahun sekarang dengan 2008 dulu,” ucapnya.
Dia mengungkapkan, bahwa posisi LDR kategori bank umum kelompok usaha III dan IV memang lebih tinggi dibandingkan BUKU I dan II. LDR BUKU III tembus hingga 104,3 persen pada Juli 2018. Posisi LDR BUKU III ini lebih tinggi dibanding setahun sebelumnya yang hanya sebesar 98 persen. Sedangkan untuk LDR Bank BUKU IV berada pada posisi 89,1 persen per akhir Juli 2018, atau naik dibandingkan dengan posisi Juli 2017 yang tercatat sebesar 86,9 persen.
Posisi LDR di Bank BUKU III tersebut sudah jauh melebihi batas prudensial yang ditetapkan OJK di kisaran 92 persen. Sementara untuk Bank BUKU I dan BUKU II posisi LDRnya masih terbilang aman walau tercatat mengalami peningkatan cukup pesat. Per Juli 2018 Bank BUKU II membukukan LDR secara rata-rata sebesar 82,8 persen atau naik dari 77,4 persen per Juli 2017. Sementara Bank BUKU I naik ke level 81,7 persen dari posisi periode yang sama tahun lalu 71,7 persen.
Tingginya LDR tersebut membuat bank besar di BUKU III dan BUKU IV terpaksa menaikkan suku bunga deposito special rate. Hal ini dilakukan semata-mata agar komposisi DPK dapat disesuaikan dengan kebutuhan kredit. Berdasarkan data LPS, kenaikan special rate deposito di Bank BUKU III dan IV per Juli 2018 sudah setara atau bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan BUKU I dan BUKU II.
“Memang bagi bank-bank tertentu yang mengejutkan adalah Bank BUKU III dan IV. Tapi terutama Bank BUKU III yang LDR nya cukup tinggi. Akibatnya spesial rate deposito yang ditawarkan Bank BUKU III itu naik pesat bahkan menyamai Bank BUKU I dan II yang sebenenrnya ini tidak normal,” papar dia.
Lebih lanjut dirinya menambahkan, risiko likuiditas yang diperkirakan masih cukup tinggi hingga Desember 2018 ini, dipicu oleh potensi kenaikan suku bunga AS (The Fed) yang masih akan terjadi dua kali lagi di tahun ini, dan memberikan sentimen ke penguatan dolar AS. Risiko likuiditas yang meningkat juga dipicu oleh kondisi perekonomian global tengah terjadi salah satunya terkait dampak eskalasi perang dagang, volatilitas di pasar finansial yang tinggi.
“Back to normalnya nanti setelah ada equilibrium baru, terutama di pasar finansial global, inikan masih belum seattle, isunyakan bukan ekonomi semata, tapi ada faktor yang sifatnya politis, misalnya hubungan antara AS dan Tiongkok, khususnya perang dagang yang sudah terekalasi. Karena dampaknyakan ke kurs dolar-yuan, dan ketika yuan melemah mata uang asia ikut melemah,” tegasnya.
Dikesempatan berbeda, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) menilai, kondisi likuiditas perbankan saat ini masih cukup aman meski posisi LDR bank umum secara industri pada Juli 2018 mengalami peningkatan menjadi 93,11 persen dibandingkan dengan LDR di bulan sebelumnya yang sebesar 92,13 persen “Saya lihat kondisi kita belum ketat (likuiditas), karena likuiditas masih sangat aman dan dibeberapa bank juga cukup aman,” jelas dia.
Posisi LDR Bank BTN sendiri hingga Semester I-2018 berada di angka 111,46 persen. Dengan kondisi LDR di atas treshold tersebut, perseroan mengaku tidak mengalami permasalahan dan akan mengantisipasinya dengan berbagai upaya, salah satunya melakukan penerbitan obligasi jangka panjang. “Jadi saya kira tidak perlu dikhawatirkan, karena masing-masing bank mempunyai pembiayaan, ada yang bersumber dari obligasi jangka panjang, ada juga dari pinjaman antar bank,” katanya. (*)