PEMERINTAH terus mendorong perkembangan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk menopang pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Selama ini UMKM mampu memberi kontribusi yang cukup signifikan terhadap perekonomian dan terbukti memiliki daya tahan yang baik ketika banyak perusahaan besar kesulitan menghadapi krisis. Secara statistik, jumlah UMKM pun sangat banyak atau sebesar 99,98% dari 58 juta jumlah usaha di Indonesia. Dari jumlah itu, kontribusi UMKM terhadap penyerapan tenaga kerja mencapai 97,30% dan output-nya menyumbang sekitar 60% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Namun, kontribusi dan kinerja UMKM, termasuk koperasi, sesungguhnya masih berada di bawah potensinya dan bisa dimaksimalkan dengan meningkatkan skala usaha dan kelas UMKM. Untuk meningkatkan basis usaha UMKM menjadi lebih kompetitif, penting untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi UMKM. Riset sudah mengatakan bahwa permasalahan mendasar yang dialami UMKM di antaranya terbatasnya akses permodalan, manajerial dan sumber daya manusia, serta pengembangan produk dan akses pasar.
Karena hambatan terbesar UMKM untuk berkembang adalah permodalan, maka pemerintah dan regulator mendorong berbagai program untuk meningkatkan pembiayaan UMKM. Berbagai desain kredit program telah dibuat pemerintah agar pelaku UMKM mudah mendapatkan akses pembiayaan. Misalnya, Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diluncurkan sejak 2007 dengan skema penjaminan kredit kepada bank-bank yang menyalurkan KUR. Pada 2017 target penyaluran KUR mencapai Rp110 triliun. Bank Indonesia (BI) juga telah mewajibkan bank umum untuk mengalokasikan kredit UMKM secara bertahap hingga minimal sebesar 20% pada 2018. Begitu juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang telah membuka keran bagi perusahaan pembiayaan untuk bisa memberi pembiayaan langsung kepada pelaku UMKM. (Bersambung ke halaman berikutnya)