oleh Diding S. Anwar
ERA komoditas sudah berlalu. Bila perekonomian dan ekspor Indonesia hanya mengandalkan komoditas, itu sama saja dengan perekonomian pada zaman kolonial Belanda. Sekarang adalah eranya menciptakan nilai tambah (added value), dan perekonomian Indonesia pun sudah berkembang.
Salah satu kontribusi penting berasal dari sektor industri pengolahan atau manufaktur. Namun, karena pertanian menjadi basis awal kegiatan perekonomian di dunia, konsep strategi pembangunan berimbang (balanced growth) antara sektor pertanian dan sektor industri sangat diperlukan.
Banyak pengalaman di negara-negara maju, seperti Eropa dan Jepang, menunjukkan bahwa mereka memulai industrialisasi setelah atau bersamaan dengan pembangunan di sektor pertanian. Di Indonesia, sektor pertanian dan industri paling banyak menyerap tenaga kerja sehingga kedua sektor tersebut bisa menjadi andalan untuk mengatasi masalah ekonomi, seperti pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan kesejahteraan.
Untuk mengatasi masalah perekonomian tersebut, pemerintah telah mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dengan memperluas akses keuangan kepada masyarakat. Program-program pembangunan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif dan menciptakan trickle down effect pun menjadi prioritas, mulai dari membangun infrastruktur, membangun ekonomi dari pinggiran atau pedesaan, hingga mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pengembangan UMKM menjadi agenda penting untuk melakukan pembangunan ekonomi secara inklusif dan mengurangi gap antara yang kaya dan yang miskin. (Bersambung ke halaman berikutnya)