Jakarta – PT Bank Mandiri (Persero) Tbk mengaku terus melakukan efisiensi biaya operasional dan optimalisasi recovery kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) agar perseroan tetap dapat membukukan profitabilitas. Di mana, laba Bank Mandiri sampai dengan akhir Juni 2018 mencapai Rp12,2 triliun, atau meningkat 28,7 persen dibandingkan akhir Juni 2017.
SVP Investor Relations Bank Mandiri Yohan Setio mengatakan, perseroan terus menekan biaya operasionalnya. Upaya tersebut berhasil, di mana biaya operasional Bank Mandiri hingga akhir Juni 2018 hanya tumbuh single digit yang tercermin pada posisi beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) perseroan yang ada di level 67,09 persen per akhir Semester I 2018.
Posisi ini menurun dari posisi yang sama di tahun sebelumnya yang berada pada level 73,17 persen. Hal ini dikarenakan total beban operasional lainnya Bank Mandiri yang menyusut 4,5 persen, sementara pendapatan operasional naik 18,1 persen (yoy). Kondisi ini sejalan dengan adanya penerapan prinsip efisiensi secara konsisten di seluruh segmen bisnis yang ada didalam perusahaan.
“Kami konsisten dalam melakukan efisiensi biaya dan optimalisasi recovery kredit bermasalah agar tetap dapat membukukan profitabilitas dan memberi keuntungan kepada pemegang saham,” ujar Yohan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu, 29 Agustus 2018.
Di sisi lain, tambah dia, Bank Mandiri juga secara konsisten terus memperbaiki kualitas kredit produktif, antara lain melalui strategi collection yang efektif. Alhasil, rasio NPL pun membaik dari 3,82 persen di triwulan II 2017 menjadi 3,13 persen pada triwulan II 2018, sehingga memangkas biaya pencadangan Bank Mandiri menjadi Rp7,9 triliun dari Rp9,3 triliun pada akhir triwulan II 2017.
Baca juga: Mandiri Siap Fasilitasi Transaksi Non Tunai ASDP
“Kami berupaya untuk terus agresif dalam menangkap peluang bisnis yang ada di pasar, dengan memanfaatkan kekuatan produk dan layanan keuangan Mandiri Group. Di samping itu, kami juga konsisten dalam melakukan optimalisasi recovery kredit bermasalah,” ucapnya.
Sedangkan untuk pertumbuhan kredit, lanjut dia, tercatat sebesar 11,8 persen (yoy) menjadi Rp762,5 triliun pada akhir Juni 2018. Laju pertumbuhan kredit tersebut terutama ditopang oleh pertumbuhan kredit segmen korporasi besar yang mencapai 22,2 persen menjadi Rp296,8 triliun dan pertumbuhan kredit segmen mikro sebesar 24,8 persen menjadi Rp90,6 triliun.
“Kinerja solid tersebut menunjukkan bahwa Bank Mandiri telah melakukan perbaikan yang signifikan baik dari sisi pengelolaan aset produktif serta penajaman fokus bisnis, meskipun kondisi perekonomian eksternal masih belum sepenuhnya kondusif,” paparnya.
Menurutnya, bisnis Bank Mandiri senantiasa berorientasi pada penciptaan nilai tambah. Hal ini terlihat dari komposisi portofolio kredit di mana 78,2 persen bersifat produktif, dan hanya 21,8 persen yang bersifat konsumtif. Hingga Juni 2018, penyaluran kredit investasi mencapai Rp206,4 triliun, tumbuh 7,2 persen (yoy), sedangkan kredit modal kerja naik 9,8 persen menjadi Rp318,5 triliun.
“Sebagai bank BUMN, kami terus menjaga konsistensi dalam mendukung program-program strategis pemerintah untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan memeratakan hasil pembangunan,” katanya.
Adapun hingga akhir Juni 2018, total kredit infrastruktur yang disalurkan Bank Mandiri mencapai Rp165,8 triliun atau 65 persen dari total komitmen yang diberikan, yaitu Rp255,3 triliun. Kredit tersebut disalurkan kepada lebih dari 7 (tujuh) sektor, yakni transportasi Rp39,3 triliun, tenaga listrik Rp36,8 triliun, migas & energi terbarukan Rp24,1 triliun, konstruksi Rp18,3 triliun, Jalan Rp10,6 triliun, perumahan rakyat & fasilitas kota Rp9,5 triliun, telematika Rp17,5 triliun, dan infrastruktur lainnya Rp9,6 triliun. (*)