Jakarta – Validitas data yang berulangkali disuguhkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) bahwa terjadi swasembada beras menjadi pertanyaan. Swasembada beras yang dinyatakan Kementan itu tak mencerminkan harga beras yang terus mengalami kenaikan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada September 2018, kenaikan terjadi pada beras kualitas premium, medium, dan rendah.
Oleh sebab itu, pemerintah selayaknya melakukan evaluasi dan menindak tegas Kementerian tersebut, jika memang data yang disuguhkan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan. Di sisi lain, Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian juga diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap Kementerian Pertanian terkait dengan produksi pangan di tanah air.
Pengamat Politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing mengatakan, dengan melakukan evaluasi tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution diharap dapat mengecek validitas data produksi komoditas pangan yang dimiliki oleh Kementerian tersebut. Menko dan Mentan juga harus melakukan pengecekan data secara langsung di lapangan.
Menurutnya, Menteri Darmin perlu melakukan evaluasi terhadap Menteri Amran terkait produksi pangan di tanah air. Pasalnya, belakangan, terjadi kenaikan harga pangan di pasaran. Di sisi lain, di berbagai pemberitaan, Mentan Amran menegaskan stabilnya harga pangan dan ketersediaan yang cukup, bahkan juga terjadi swasembada beras.
“Bila data ternyata berbeda, (produksi) lebih rendah dari dimiliki Mentan, Presiden harus mengambil tindakan tegas terhadap Mentan. Ini bisa berujung kepada reshuflle,” ujar dia dalam keterangannya yang dikutip di Jakarta, Sabtu, 6 Oktober 2018.
Meski kerap menegaskan kondisi swasembada beras dari berbagai pemberitaan, namun kata dia, Menteri Amran tidak bisa menyajikan data pangan secara riil. “Saya tidak pernah melihat Mentan buka-bukaan produksi pangan. Logisnya, kalau produksi melimpah tidak mungkin impor,” tegasnya.
Terlebih, Menko Darmin juga pernah mengungkapkan, bahwa data proyeksi produksi dari Kementerian Pertanian selalu meleset. Hal ini tentu menjadi ihwal polemik impor beras. Darmin membeberkan bagaimana data yang meleset dari Kementerian Pertanian tersebut telah mempengaruhi pengambilan keputusan impor.
“Data meleset setiap tahun,” ucap Darmin beberapa waktu lalu.
Klaim swasembada dan kenaikan harga beras juga disoroti oleh Wakil Direktur INDEF Eko Listiyanto. Seringnya Kementan yang mengklaim swasembada terkait berbagai komoditas pertanian, ikut dipertanyakan. Pasalnya, kenaikan harga sejumlah komoditas pangan, justru menyiratkan adanya kekurangan dari sisi produksi. Jika terus dibiarkan, kekhawatiran membuat kebijakan dari data yang salah, sangat mungkin terjadi.
“Berbahaya untuk misleading kebijakan. Jadi kayak impor atau nggak impor. Terus kestabilan harganya juga jadi terganggu. Secara umum ini berbahaya,” papar Eko.
Menurutnya, kaim swasembada berpotensi membuat terlena, sehingga kerap menghasilkan kebijakan yang tidak tepat. Ia mencontohkan, Kementan menyatakan kebutuhan surplus, sehingga kebijakan impor tidak menjadi pilihan. Namun di lapangan, produksi pangan yang tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri membuat harga meningkat.
Sementara terkait dengan polemik impor beras, dirinya berpandangan, bahwa hal ini tidak perlu terjadi karena apa yang diputuskan di rakor harusnya dijalankan oleh seluruh kementerian terkait. Mentan yang kerap bersuara berbeda, menunjukkan hal yang aneh, menurutnya. “Saya sendiri sebenarnya nggak setuju sama adanya impor, tapi kalau sudah diputuskan ya harusnya dipenuhi,” tutupnya. (*)