oleh Eko B. Supriyanto
HAPUS buku kredit macet (write off) sekarang ini terus meningkat. Semua itu tak lain agar posisi non performing loan (NPL) tetap terjaga di bawah 5 persen dan sekaligus neraca tetap bersih. Hapus buku dan tentunya bukan hapus tagih ini dilakukan bank-bank terhadap kredit kolektibilitas 5 alias macet.
Jumlah write off yang dilakukan bank-bank, khususnya bank-bank besar, setidaknya menurut catatan Mandiri Sekuritas mencapai Rp4,4 triliun atau naik 175 persen dari tahun sebelumnya. Angka sebesar itu hanya dilakukan oleh 12 bank, dan hanya pada Januari dan Februari. Jumlahnya meningkat terus hingga mencapai lebih dari Rp5 triliun pada triwulan pertama 2017.
Write off dilakukan bank-bank karena langkah restrukturisasi sulit dijalankan. Hapus buku merupakan strategi perbankan guna mempercantik kinerja keuangan. Kredit macet yang selama ini mengotori neraca dibersihkan dari neraca on balance sheet dan tercatat ke rekening administrasi (off balance sheet). Penghapusan kredit macet ini akan dibebankan pada pos penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP).
Jadi, jika bank tak mampu membuat cadangan, tapi kredit macet terus mendera, bank tersebut tentu dalam kondisi yang sangat terpanggang. Jika tak mampu membuat cadangan, akan memakan keuntungan. Pilihannya ada dua: mau NPL tetap tinggi atau laba yang merosot. Banyak bank yang memilih mengurangi keuntungan dibandingkan dengan NPL terlihat tinggi.
Kredit macet yang di-write off tentu tidak hilang atau hapus tagih. Debitur yang di-write off tetap dikejar untuk melunasi kewajibannya. Biasanya hasilnya tidak seratus persen. Dan, inilah yang biasanya menjadi tambang emas bagi perolehan laba bank pada masa mendatang kalau recovery-nya besar. Langkah ini biasanya dilakukan jika sedang terjadi pergantian direksi baru. (Bersambung ke halaman berikutnya)