Batam – Bank Indonesia (BI) menilai, stabilitas makroekonomi yang terjaga disertai struktur perekonomian yang kuat merupakan prasyarat untuk membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih kuat, berkelanjutan, berimbang, dan inklusif. Upaya untuk mencapai tujuan ini perlu didukung oleh surplus neraca berjalan (current account).
Salah satu strategi penting yang perlu ditempuh adalah melalui percepatan pengembangan industri berorientasi ekspor, baik padat karya maupun berteknologi tinggi (technology intensive), termasuk industri hilir. Perluasan akses pasar komoditas manufaktur serta penyediaan kawasan industri diyakini dapat mendorong berkembangnya industri nasional.
Demikian kesimpulan mengemuka dalam Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan BI pada 13 April 2018 di Batam. Rapat Koordinasi diinisiasi oleh Gubernur BI dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, serta dihadiri oleh Dewan Gubernur BI, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Duta Besar Indonesia untuk Singapura, Gubernur Kepulauan Riau, Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, para Walikota dan Bupati di Provinsi Kepulauan Riau.
Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengatakan, Rapat Koordinasi mengidentifikasi 4 (empat) arah kebijakan utama guna mempercepat pengembangan industri berorientasi ekspor. Pertama, pengembangan kawasan industri secara menyeluruh, didukung insentif yang memadai dan infrastruktur yang berkualitas. Kedua, penyediaan sumber daya manusia yang mampu mengimbangi aplikasi teknologi dan inovasi di manufaktur.
“Ketiga, perluasan akses pasar melalui perjanjian perdagangan. Keempat, keterkaitan industri domestik dengan rantai nilai global,” ujar Agus di Batam, Jumat, 12 April 2018.
Rapat Koordinasi menyepakati 4 (empat) langkah strategis yang akan diwujudkan dalam bentuk kebijakan yang konsisten dan bersinergi yakni mendorong berkembangnya industri berorientasi ekspor di daerah melalui pemberian kemudahan perizinan dan insentif fiskal, yakni dengan percepatan implementasi program Online Single Submission (OSS) yang terintegrasi antara pusat dan daerah.
“Terutama di daerah yang memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan kawasan ekonomi (Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Industri, Free Trade Zone, dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional), didukung pembentukan Satuan Tugas Percepatan Implementasi Berusaha di seluruh daerah,” ucapnya.
Kemudian, penyediaan insentif fiskal yang mencakup kegiatan ekspansi bisnis, industri pionir, e-commerce, UMKM kawasan industri, kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, serta Kawasan Ekonomi Khusus. Lalu, penyesuaian tarif bahan baku dan barang impor/mesin yang memberi insentif berkembangnya industri manufaktur, disertai penyederhanaan proses untuk memperoleh lisensi di lokasi industri dan perijinan ekspor dan impor.
Kebijakan kedua, menurunkan biaya logistik industri domestik melalui peningkatan kapasitas dan efisiensi infrastruktur konektivitas, air dan listrik. Khusus untuk Kepulauan Riau, untuk mendukung pengembangan potensi Batam sebagai pusat industri, perdagangan dan logistik, maka diperlukan percepatan realisasi rencana pengembangan Pelabuhan Batu Ampar, Tanjung Sauh dan Terminal Bandara Hang Nadim, serta pembangunan instalasi air dan transmisi listrik.
Selanjutnya kebijakan ketiga, penguatan sumber daya manusia untuk mendukung penyediaan tenaga kerja dengan skill yang sejalan dengan kebutuhan perkembangan teknologi dan otomasi proses produksi (Industry 4.0) melalui penguatan kerja sama antara dunia industri dengan lembaga pendidikan untuk menyediakan pelatihan di lokasi produksi (teaching factory) disertai perbaikan fasilitas pembelajaran dan penyusunan kurikulum pendidikan vokasi yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan industri prioritas nasional.
“Penyediaan insentif berupa super deduction bagi industri unggulan berbasis ekspor yang melakukan research and development (R&D) dan mengembangkan pendidikan vokasi,” paparnya.
Kebijakan terakhir yakni perluasan pasar ekspor industri nasional dengan menambah kerja sama perjanjian perdagangan bilateral/multilateral (Free Trade Agreement-FTA dan Preferential Trade Agreement-PTA) dengan tetap mempertimbangkan kepentingan nasional, melalui percepatan proses negosiasi perjanjian kerja sama dengan pasar besar antara lain Indonesia-European Union CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement), RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership), Indonesia-Australia CEPA, di luar negara-negara Asia Tengah dan Afrika;
“Serta penjajakan dengan pasar-pasar baru non tradisional,” tutupnya. (*)