Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) diminta mengecek Warga Negara Indonesia (WNI) yang melakukan transfer dana janggal sebesar US$1,4 miliar atau setara Rp19 triliun dari Standard Chartered Bank Guernsey, Inggris ke Singapura. Hal tersebut untuk membuktikan apakah WNI itu sudah mengikuti tax amnesty (pengampunan pajak), saat program tersebut berlangsung.
Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Pengamat Perpajakan Yustinus Prastowo kepada Infobank, di Jakarta, Senin, 9 Oktober 2017. Menurutnya, jika memang WNI yang melakukan transfer janggal sebesar Rp19 triliun itu terbukti menggelapakan pajak (tax fraud), maka pemerintah harus segera melakukan investigasi. “Saya kira jika sudah tahu identitasnya, ini harus dicek dia itu ikut tax amnesty atau tidak. Kalau ikut dipastikan patuh nggak.
Nah jika tidak, harus lakukan investigasi,” ujarnya.
Baca juga : Ini Analisa PPATK Soal Dugaan Money Laundering di Stanchart
Transfer Rp19 Triliun WNI di Stanchart Diduga “Tax Fraud”
Pemindahan dana yang dilakukan oleh WNI tersebut, yakni dari Standard Chartered Bank Guernsey, Inggris ke Standard Chartered Singapura, diduga karena WNI tersebut untuk menghindari AEoI (Automatic Exchange of Information). AEoI adalah kesepakatan pertukaran data perpajakan dari hampir semua negara di dunia. Guernsey sebagai bagian dari inggris memang sudah menerapkan AEoI.
Adanya hal ini, nasabah WNI tersebut khawatir kalau-kalau nanti akan bertukar informasi dengan Indonesia. Maka dari itu, nasabah lebih memilih memindahkan dananya ke Singapura karena dinilai lebih fleksibel dan dapat menyamarkan kepemilikan. Sebab Singapura lebih protektif dalam hal data nasabah.
“Saya kira kalau konteksnya sebelum AEoI, sulit dikatakan kebobolan yaa. Kecuali sudah ada laporan tapi tidak dimanfaatkan. Ke depan dengan ada AEoI saya kira akan lebih mudah, karena hal-hal seperti ini masih bisa dideteksi,” tegasnya
Menurutnya, berdasarkan data Global Financial Integrity, di Indonesia dalam kurunw waktu 2010-2014 ada sekitar dana Rp1000 triliun aliran uang ilegal yang ke luar negeri. “Jika melihat data Panama Papers, cukup umum modusnya, hanya memang memindahkan mendekati pelaksanaan AEOI menjadi terlihat sekali mencurigakan,” tambahnya. (*)