Jakarta — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat kondisi perbankan nasional masih mumpuni dalam menahan goyangan dari gejolak perekonomian global. Termasuk dari imbas terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS, yang membuat nilai tukar rupiah melemah.
Dalam beberapa hari terakhir, nilai tukar rupiah terus melemah terhadap Dolar AS (USD). Bank Indonesia (BI) mencatat kurs tengah Dolar AS terhadap rupiah naik dari Rp13.118/USD pada Kamis (10/11), menjadi Rp13.350/USD pada Jumat (11/11), dan kembali naik menjadi Rp13.358/USD di Senin (14/11).
(Baca juga: Perbankan Paling Sering Diadukan Nasabah)
Anggota Dewan Komisioner OJK, Kepala Eksekutif Pengawasan Bank, Nelson Tampubolon menyatakan, bahwa daya tahan perbankan masih sangat bagus menghadapi pelemahan rupiah.
“Jadi exposure pinjaman luar negeri semakin menurun. Kalau dia besar saja kurs 2013-2014 di atas Rp14.000/USD mereka kuat. Jadi dengan kondisi pinjaman luar negeri mengecil, mereka lebih mudah me-manage,” tukasnya di Jakarta, kemarin.
Ia menambahkan, dari hasil stress test yang dilakukan bilamana kondisi ekstrim dengan nilai tukar rupiah melemah sampai Rp17.000/USD pun ketahanan industri perbankan tetap kuat. Memang, lanjutnya, ada 1 atau 2 bank yang akan terpengaruh. “Sekarang ini masih jauh masih Rp13.500 (per USD) saja belum,” ucapnya.
(Baca juga: Kualitas Aset Perbankan Membaik di 2017)
Per Agustus 2016, rasio kecukupan modal Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan tercatat sebesar 23,0%, dan rasio likuiditas (AL/DPK) berada pada level 21,1%. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tercatat sebesar 3,2% (gross) atau 1,5% (net). Sedangkan pertumbuhan kredit secara setahunan ada di level 6,8%. (*)