Jakarta – Bank Indonesia meyakini, adanya aturan baru yakni Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM), tidak akan membuat bank-bank menyalurkan mayoritas dana pihak ketiganya (DPK) ke obligasi korporasi dibanding menyalurkan dana melalui kredit. Adapun aturan ini akan berlaku pada Juli 2018.
“Tahun lalu saja dana bank di obligasi hanya satu persen dari total kredit. Kami lihat bank tidak akan duduk-duduk saja karena bisa memilih membeli obligasi,” ujar Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Filianingsih Hendarta di Jakarta, Kamis, 5 April 2018.
Kebijakan RIM ini bertujuan untuk mendorong fungsi intermediasi perbankan kepada sektor riil sesuai dengan kapasitas dan target pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian. RIM merupakan parameter baru untuk menggantikan parameter rasio pendanaan terhadap simpanan (LFR).
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, perbedaan mendasar dari RIM dibanding LFR adalah perbankan dapat menyalurkan kredit atau pembiayaan dengan cara membeli obligasi korporasi, dan tidak hanya dengan menyalurkan pembiayaan kredit ke nasabah saja. Dengan begitu penyaluran kredit bank bakal lebih tertopang.
Namun demikian, kata dia, obligasi korporasi yang dapat dihitung sebagai kredit harus memenuhi beberapa ketentuan, yakni obligasi yang berperingkat layak investasi, dan juga diterbitkan bukan oleh perbankan maupun sektor keuangan non-bank.
Baca juga: Bank Boleh Jor-Joran Jajan Obligasi
Meskipun perbankan diberikan relaksasi dengan berintermediasi melalui obligasi, dirinya melihat, bahwa perbankan tidak akan serta merta mengubah portofolio kredit ke pembelian obligasi. Hal tersebut lantaran pendapatan dari bunga kredit masih lebih besar dibanding bunga obligasi.
Berkaca dari 2017, kata Fili, dana perbankan yang disimpan di obligasi baru satu persen atau Rp46 triliun dari total penyaluran kredit perbankan yang berkisar Rp4.600 triliun. Hal tersebut menunjukkan perbankan belum merambah terlalu dalam pembiayaan melalui pasar obligasi korporasi.
Menurutnya, alternatif pembiayaan bank melalui obligasi diterapkan agar kontribusi bank ke sektor rill atau korporasi dapat tersalurkan, saat kontribusi pembiayaan melalui kredit tersendat. “Jadi pembiayaan melalui obligasi bukan ancaman kaena masih kecil sekali,” paparnya.
Dirinya mengakui, saat ini BI belum memabatasi berapa alokasi kredit bank yang dapat disalurkan melalui obligasi karena jumlahnya yang relatif masih kecil. Namun jika setelah penerapan RIM, perbankan mengkonsentrasikan lebih banyak dana kreditnya ke obligasi dibanding kredit ke masyarakat, BI akan mengkaji batasan tersebut. (*)