Jakarta – Bank Indonesia (BI) menilai perang dagang yang dilakukan Presiden AS Donald Trump akan berdampak negatif. Meski hanya dilakukan antar dua negara yakni AS dan China, namun perang dagang kedua negara tersebut bisa memberikan dampak buruk secara global terhadap perekonomian dunia.
Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Senin, 9 Juli 2018. Menurutnya, Indonesia perlu mencermati perkembangan perang dagang yang terjadi. Dengan adanya perang dagang, kemungkinan ekspor dan impor antar negara bahkan perdagangan global bisa terganggu.
“Perang dagang atau ketegangan antara kedua negara itu akan menurunkan ekspor, impor. Dan juga pertumbuhan kedua negara itu kemudian akan merambat juga ke negara-negara lain,” ujarnya.
Lebih lanjut dirinya mengungkapkan, perang dagang yang terjadi antara AS dan China juga memberikan dampak negatif bagi sektor keuangan. Perkembangan perang dagang di AS akan membuat bank sentralnya (The Fed) berpeluang untuk kembali menaikkan suku bunganya, sehingga mata uang dolar AS akan perkasa.
“Ketegangan kedua negara ini akan menimbulkan respon kebijakan moneter yang ada di Amerika dengan suku bunga lebih tinggi, risiko di pasar keuangan juga tinggi, dan itu membuat penarikan modal negara-negara berkembang termasuk Indonesia,” ucapnya.
Oleh sebab itu, kata Perry, meningkatnya ketidakpastian di pasar global telah mengharuskan sejumlah negara untuk memastikan pasar keuangannya nisa berdaya saing. Hal ini juga yang telah mendorong BI untuk menaikan suku bunga acuannya sebanyak 100 basis points (bps) menjadi 5,25 persen.
“Strategi yang tepat adalah bagaimana di Indonesia memperkuat permintaan domestik dan mengendalikan bagaimana defisit transaksi berjalan dan mendorong arus masuk modal asing, itu yang kita lakukan,” tutupnya. (*)