Analisis

Zona Merah Retail Banking Setelah Citibank Hengkang dari Pasar Ritel

Pasar perbankan ritel Indonesia masih menarik, kendati ditinggalkan Citibank. Banyak bank dari mancanegara yang ahli di corporate banking berlomba masuk ke Indonesia untuk menggarap pasar ritel dengan mencaplok bank lokal yang sudah dekat dengan pasar. Persaingan makin panas dengan hadirnya pesaing baru dengan model bisnis digital. Bagaimana lanskap perbankan ritel ke depan? Mengapa BCA berhasil di retail banking dan mampu melewati masa pandemi dengan baik serta menjadi bank terbaik dalam pelayanan prima? Bagaimana hasil survei “Bank Service Excellence Monitor 2021”?

Oleh Karnoto Mohamad

PASAR perbankan ritel Indonesia baru saja ditinggalkan Citibank. Banyak orang bertanya-tanya, mengingat Citibank merupakan pionir sekaligus pernah menjadi jawara dan pastinya memiliki basis pasar yang sudah kuat di segmen bisnis kartu. Bank yang bermarkas di New York, Amerika Serikat (AS), ini tercatat sebagai bank pertama di Tanah Air yang menerapkan e-banking pada 1980, pelopor automatic teller machine (ATM) pada 1986, dan trendsetter di bisnis kartu kredit yang diluncurkan pada 1989.

Dari Citibank, Bank Niaga dan Bank Mandiri menerapkan sistem pendidikan bankirnya. Bank-bank di Indonesia juga belajar dari Citibank yang pada era 90-an terkenal dengan sistem kerjanya yang cepat sebagai kunci keunggulan pelayanan prima. Menurut Batara Sianturi, Chief Executive Officer (CEO) Citi Indonesia, Citibank memiliki bisnis konsumer yang kuat dan menguntungkan di Indonesia serta memiliki tim yang sangat terampil dan berdedikasi. “We strive for client excellence, controls excellence, and operational excellence,” ujarnya di acara Human Capital Summit yang diadakan Infobank dan Ikatan Bankir Indonesia (IBI), awal April lalu.

Dengan service policy dan process yang dimiliki Citibank, sejumlah bank mengantre untuk membeli portofolio bisnis konsumer yang akan dijual Citibank. Batara enggan memberi tahu bank mana yang berminat membeli. Namun, seorang petinggi di bank regional mengatakan bahwa sejumlah bank dari Asia Tenggara sedang mempelajari untuk membeli portofolio bisnis konsumer Citibank di 13 negara. Dari Singapura ada DBS, OCBC, dan UOB. Dari Malaysia ada CIMB dan Maybank. Standard Chartered Bank dan bank dari Jepang kabarnya juga berminat. 

Secara resmi, DBS mengonfirmasi sedang mempelajarinya. “Kami terbuka untuk mempela­jari dan mempertimbangkan kesempatan-kesem­patan baik di negara-negara di mana Bank DBS memiliki bisnis ritel, seperti Indonesia, India, dan Tiongkok. Dan, kami dapat menawarkan kapabili­tas layanan perbankan digital guna memberikan layanan terbaik kepada nasabah,” ujar juru bicara DBS kepada Infobank.

Para bankir meyakini, hengkangnya Citibank dari pasar perbankan ritel bukanlah sinyal bahwa potensi pasar ritel di Indonesia tidak menarik lagi. Seorang analis mengatakan bahwa Citibank yang secara global kuat di wholesale banking tidak lagi memiliki competitive advantage di segmen konsumer di sejumlah negara akibat perubahan pasar. Citibank juga mengakui bahwa bisnis konsumernya kurang menguntungkan sehingga sumber daya yang dimilikinya lebih baik digunakan untuk mengelola bisnis yang lebih menguntungkan. 

“Asia sangat penting bagi strategi perusahaan kami, dan kami akan mengalokasikan sumber daya untuk pertumbuhan yang menguntungkan,” ujar juru bicara Citi di Hong Kong, seperti dikutip taiwannews.com, akhir April lalu.

Sejumlah bankir nasional yang dihubungi Infobank menyatakan bahwa pasar retail banking Indonesia tetap menarik, kendati ditinggalkan Citibank. Menurut Lauren Sulistiawati, CEO Commonwealth Bank, keputusan Citibank bukanlah menggambarkan pasar retail banking di Indonesia karena lebih sebagai strategi global. “Potensi pasar perbankan ritel di Indonesia masih sangat menjanjikan dengan populasi terbesar keempat di dunia. Karena penetrasinya relatif masih rendah, kami proyeksikan akan tumbuh pesat dengan hadirnya digitalisasi,” ujarnya kepada Infobank, bulan lalu.

Bank DBS yang berencana akan membeli portofolio bisnis kartu Citibank juga melihat potensi perbankan ritel di Indonesia masih menarik. “Potensi perbankan ritel di Indonesia menjadi salah satu yang berkembang pesat di Asia Tenggara. Dengan adanya inovasi produk atau jenis layanan baru seperti Digibank, didukung oleh jumlah populasi yang besar dan belum memiliki atau terlayani oleh perbankan formal, ruang industrinya masih sangat luas,” ujar Paulus Sutisna, CEO Bank DBS Indonesia, kepada Infobank, minggu ketiga April lalu.

Apa saja isu selanjutnya, simak di Majalah Infobank terbaru, edisi 517 Mei 2021. Ayo Berlangganan Majalah Digital.

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Ini Dia Komitmen OJK untuk Stabilitas Sektor Jasa Keuangan

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berkomitmen untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dan… Read More

7 hours ago

Sri Mulyani Perpanjang Insentif PPN 100 Persen untuk Sektor Perumahan

Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan akan melanjutkan insentif pajak pertambahan nilai (PPN) 100 persen untuk sektor… Read More

7 hours ago

Hari Asuransi

Ketua Panitia Hari Asuransi 2024, Ronny Iskandar, menyampaikan “Tema dan tagline inidiangkat untuk menekankan pentingnya… Read More

8 hours ago

Sektor Jasa Keuangan Terjaga Stabil di Tengah Pelonggaran Kebijakan Moneter, Ini Faktor Pendukungnya

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut stabilitas sektor jasa keuangan nasional saat ini masih… Read More

8 hours ago

BI Buka Peluang Pangkas Suku Bunga Acuan di Penghujung 2024

Jakarta – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan ruang penurunan suku bunga acuan atau BI Rate… Read More

8 hours ago

Sri Mulyani Klaim Rupiah Menguat di Kuartal III 2024, Ungguli Korsel

Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan nilai tukar rupiah pada kuartal III… Read More

8 hours ago