Headline

Yuk! Hapus Tagih Kredit “Mangkrak” Usaha Ultra Mikro, Mikro dan Kecil

Oleh Eko B. Supriyanto, Chairman Infobank Institute

PEMERINTAH punya tekad untuk mendorong UMKM. Tidak sedikit uang negara untuk menghidupkan UMKM. Tahun 2021, Anggaran Pendaparan dan Belanja Negara (APBN) sediakan dana Rp137 triliun. Tidak kecil. Apalagi, tahun sebelumnya juga sudah disediakan raturan triliun. Jauh sebelum krisis akibat Pandemi COVID-19, lewat kebijakan KUR, Negara juga sudah mensubsidi bunga lewat APBN.

Habis-habisan diguyur stimulus uang negara. Hasilnya tentu ada, namun jika melihat data kredit UMKM sebelum krisis tahun 2008, porsi kredit UMKM ini sulit mencapai 20 persen sesuai kebijakan Bank Indonesia. Bank-bank bukan tak mau mengguyur kredit ke UMKM, tapi masalahnya tidak banyak UMKM yang masuk kategori feasible dan bankable.

Tidak banyak kredit yang mengucur untuk UMKM feasible tapi tidak bankable. Namun dengan adanya program penjaminan, isu feasible tidak bankable harusnya tidak ada lagi — yang tak mendapatkan kredit. Pemerintah pun juga terus memperkuat lembaga penjaminan – yang tak lain untuk mendorong UMKM.

Sudah banyak pemerintah membuat dorongan agar UMKM maju. Kebijakan Bank Indonesia yang mengharuskan bank mengucurkan kredit ke UMKM sebesar 20 persen tak lain bentuk keberpihakan Negara. Namun tidak mudah juga bank-bank mengucurkan kredit UMKM dengan porsi 20%.

Menurut catatan Infobank Institute, sejak Juni 2020 kredit sudah terkontraksi. Tahun lalu kredit perbankan minus 2,45%. Terus berlanjut hingga Februari 2021 ini kredit tumbuh negative 2,15%. Pertumbuhan kredit ini terendah sejak dua puluh tahun terakhir ini.

Bisa jadi sulitnya bank-bank mengucurkan kredit, bukan semata karena permintaan kredit yang rendah. Tapi, juga karena ada satu sisi yang penting. Setelah sisi penawaran seperti penurunan suku bunga dan kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ada baiknya perlu tambahan “doping” agar UMKM minimal bisa mendapatkan kredit baru.

Selama puluhan tahun, atau tidak salah lebih dari 20 tahun bank-bank BUMN tidak melakukan hapus tagih kepada UMKM macet. Isunya, kalau dihapuskan tentu merugikan Negara. Tidak ada seorang bankir pun yang berani melakukan hapus tagih. Paling banter hapus buku – yang dikeluarkan dari buku bank, tapi masih tetap ditagih. Banyak yang jadi “sampah” karena sudah tidak jelas masa depannya.

Menurut Infobank Institute, kebijakan hapus tagih ke bank-bank BUMN paling tidak dilandasi tiga hal penting. Satu, debitur kelas ultra mikro, mikro dan kecil yang sudah “mangkrak” lebih dari 5 tahun misalnya.

Dua, pembersihan debitur “makrak” ini dapat menghidupkan kembali nama baiknya. Semula masuk kategori black list di SLIK, dengan hapus tagih ini, debitur akan kembali pulih namanya.

Tiga, laporan keuangan bank, baik on-balance sheet maupun off-balance sheet juga bersih dan tidak disibukan dengan bad loan yang mangkrak – yang bisa jadi biaya penagihan leih besar dari hasilnya.

Empat, banyak kasus biaya untuk menagih seringkali lebih besar dari hasil kredit yang sudah menjadi hapus buku itu. Misalnya, pinjamannya tinggal Rp500.000, tapi biaya untuk menagih lebih dari itu, selain juga berlarut-larut.

Hapus tagih adalah tindakan menghapus kewajiban debitur atas kredit yang tidak dapat diselesaikan dengan menghapus hak tagih. Sedangkan, hapus buku adalah tindakan administrasi untuk menghapus kredit yang memiliki kualitas macet dari neraca (on-balance sheet) ke rekening administrasi (off-balance sheet) sebesar kewajiban debitur, tanpa menghapus hak tagih.

Selama ini, hapus tagih juga sudah dilakukan oleh bank-bank swasta. Atau, paling tidak kredit yang sudah dihapus bukukan seringkali juga di cessie – dijual hak tagihnya ke pihak ketiga. Recovery rate nya beragam tergantung kualitas kredit yang dicessie-kan.

Langkah hapus tagih ini bisa dilakukan, karena selama ini juga pernah dilakukan ketika terjadi Tsunami Aceh dan Gempa di Yogyakarta. Sebelumnya, bank-bank BUMN juga sudah menghapus tagih pinjaman ex-warga Timor Timur. Tidak hanya karena Tsunami, tapi ada juga karena kebakaran pasar dan sebab lain.

Sudah saatnya dibuat aturan, dan piranti hukum yang memadai  khusus kepada bank-bank BUMN yang tidak berani mengambil langkah hapus tagih ini. Bank-bank BUMN ini wajar saja tidak berani karena ada “pasal karet” merugikan Negara. Wajar saja karena kebijakan hapus tagih ini masih masuk ruang gelap kekayaan Negara.

Padahal, jika nasabah ultra mikro, mikro dan kecil dibersihkan namanya, bisa jadi sekarang bisa menerima kredit kembali karena sudah tidak masuk daftar hitam. Bank-bank berani mengucurkan kredit, siapa tahu debitur-debitur yang baru diputihkan ini bisa kembali berusaha.

Langkah ini perlu diambil untuk menambah jumlah debitur – karena selama ini banyak debitur yang sudah dihapus buku tapi tetap sulit ditagih, karena banyak sebab. Seperti, pindah alamat, kreditnya tinggal sedikit – antara biaya penagihan dengan kredit yang ditagih tidak imbang.

Tentu dengan kebijakan pemerintah hapus tagih kepada debitur kecil yang “makrak” ini, boleh jadi akan menghidupkan harapan untuk berusaha kembali. Jangan sampai, debitur yang karena suatu sebab tidak bisa membayar kreditnya dan menjadi macet ini justru pinjam ke pinjaman online yang bunganya (maaf) sangat tinggi. Gali utang tutup utang.

Sudah waktunya memberi kesempatan kembali debitur “mangkrak” yang ada di bank-bank BUMN ini diputihkan kembali dengan kebijakan hapus tagih dari pemerintah, dan tentu dengan kriteria yang ketat, proper dan tetap governance.

Dan, yang lebih penting – tidak akan dikriminalisasikan dikemudian hari. Banyak kasus kebijakan masa lalu dilihat dengan kacamata sekarang ini. Akibatnya, banyak yang tidak berani mengambil keputusan. 

Pasal karet merugikan Negara menjadi “hantu” yang terus ada sampai saat ini. Meski menurut PP 33/2006 atau revisi atas PP 14/2005, piutang BUMN bukan tergolong piutang Negara, tapi sulit hanya bergantung pada PP ini. Sulit dan para bankir takut melakukan karena bisa saja 10 tahun yang akan datang dengan rezim baru bisa diperkarakan.

Jika, tidak ada aturan yang lebih tinggi (semacam Perppu), maka kebijakan hapus tagih hanya wacana. Padahal, jujur saja kredit-kredit “mangkrak” UMKM yang sudah dihapus buku itu sudah tidak ada dagingnya. Dan, jika dihapus tagih bisa jadi akan memberi kesempatan UMKM ini hidup lagi dengan mendapat kucuran kredit bank, karena sudah diputihkan namanya.

Siapa tahu dengan ketentuan hapus tagih ini, akan ada tambahan debitur baru yang bisa mendapatkan guyuran kredit. Bank-bank bisa kembali dengan leluasa memberikan kredit – yang siapa tahu kini debitur itu punya usaha yang tidak tersentuh oleh kredit bank.

Hapus tagih kredit UMK perlu dilakukan, karena bisa jadi debitur itu bisa terjerat pinjaman online “abal-abal” yang justru membuat debitur masuk jebakan utang (debt trap). Jika demikian, maka bank makin sulit dapat menyentuh UMKM yang sudah masuk ke jebakan utang ini. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Maybank Indonesia Raih The Asian Experience Awards 2024

Head, SME Banking Maybank Indonesia memberikan sambutan saat acara The Asian Experience Awards 2024, di… Read More

8 hours ago

LMAN Buka-bukaan soal Nasib Aset Rumah Dinas DPR

Jakarta - Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) mengeklaim siap apabila ditugaskan untuk mengelola rumah dinas… Read More

9 hours ago

Mandiri Inhealth Perkuat Dampak Sosial ke Masyarakat Lewat Cara Ini

Jakarta – PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia (Mandiri Inhealth) terus memperkuat komitmen dalam memberikan dampak positif bagi… Read More

9 hours ago

LMAN Kucurkan Rp134,35 Triliun untuk Pendanaan Lahan PSN

Jakarta - Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) memberikan pendanaan lahan sebesar Rp134,45 triliun untuk Proyek… Read More

10 hours ago

LMAN Gelontorkan Rp2,85 Triliun untuk Pembebasan Lahan IKN

Jakarta – Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) telah merealisasikan Rp2,85 triliun untuk pembebasan atau pengadaan lahan pembangunan… Read More

10 hours ago

Dari Gelar Doktor Kehormatan hingga Waketum Kadin, Segini Harta Kekayaan Raffi Ahmad

Jakarta – Nama Raffi Ahmad (37), belakangan menjadi perbincangan publik. Bukan karena prestasi di dunia showbiz yang… Read More

12 hours ago