Jakarta – Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, masyarakat perlu paham, bahwa Pertamax bukan jenis produk bersubsidi. Dengan demikian, harga jual bahan bakar minyak (BBM) yang diperuntukkan bagi kalangan mampu tersebut, sepenuhnya memang mengikuti pergerakan harga pasar.
“Jadi, kalau memang harganya naik, itu sepenuhnya corporate approach. Tidak bisa diintervensi dan harus dimaklumi semua pihak, termasuk juga Pemerintah,” tutur Tulus kepada media hari ini.
Apalagi, imbuh Tulus, Pemerintah sendiri sudah mengakui bahwa harga keekonomian Pertamax sangat tinggi. Dengan demikian, dapat dipahami jika BBM jenis tersebut memang perlu penyesuaian. “Ya memang wajar. Tinggal kemudian, bagaimana penyesuaian tersebut bisa dilakukan dengan baik dan benar, sehingga bisa diterima dengan baik juga oleh masyarakat,” ujar Tulus.
Yang harus menjadi perhatian, lanjut Tulus, adalah seberapa besar dukungan Pemerintah di lapangan. Dalam hal ini, agar Pertamina tidak menjadi pihak yang dipersalahkan jika ke depan, terdapat ketidakpuasan atau tantangan dari masyarakat.
Guna mengantisipasi risiko tersebut, salah satu opsi yang bisa dilakukan Pemerintah adalah mengalihkan pengumuman kenaikan harga Pertamax dari Pertamina ke Kementerian ESDM.
“Jadi, jangan karena ini corporate approach, lalu Pertamina ditinggalkan dan terjepit di tengah. Pemerintah harus ambil action, misalnya ‘pasang badan’ untuk pengumumannya agar Pertamina tidak diserang. Atau, kalau Pemerintah tidak cukup berani, ya tinggal bayar selisih antara harga jual dan harga keekonomian. Dengan begitu, jadi fair untuk semua,” tegas Tulus.
Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memang mengakui, bahwa harga jual Pertamax di pasaran saat ini sudah terlalu murah. Bahkan jauh di bawah harga keekonomian. Dengan pergerakan harga minyak mentah dunia mencapai lebih dari 100 dollar AS per barrel, Kementerian ESDM memperhitungkan bahwa harga keekonomian Pertamax saat ini berada di level Rp14.526 per liter. Padahal, Pertamina sendiri masih menjualnya di kisaran harga Rp9.000 hingga Rp9.400 per liter.
Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, bahkan melontarkan sindiran. Menurut Arya, dengan kondisi sekarang, bisa dikatakan posisi Pertamina adalah menyubsidi Pertamax. Hal ini juga berarti, bahwa Pertamina melakukan subsidi terhadap mobil mewah yang pakai Pertamax.
Di pasaran sendiri, harga Pertamax juga jauh lebih murah dibandingkan BBM SPBU swasta. Shell misalnya, menjual Shell Super (RON 92) dengan harga Rp12.990 per liter. Bandingkan dengan Pertamax di Jakarta, yang masih dijual Rp9.000 per liter. (*)
Jakarta - Perusahaan pembiayaan PT Home Credit Indonesia (Home Credit) terus berupaya meningkatkan inklusi keuangan… Read More
Jakarta - Hilirisasi nikel di Pulau Obi, Maluku Utara membuat ekonomi desa sekitar tumbuh dua… Read More
Jakarta - Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi mendukung langkah Induk Koperasi Unit Desa (Inkud)… Read More
Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) untuk pertama kalinya menggelar kompetisi Runvestasi pada… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memberi tanggapan terkait penutupan Indeks Harga Saham Gabungan… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Self-Regulatory Organization (SRO), dengan dukungan dari Otoritas… Read More