Keuangan

Warga RI Makin Doyan Ngutang di Paylater, Ini Buktinya

Jakarta – Skema pembiayaan beli sekarang bayar nanti (buy now pay later/BNPL) terus menunjukkan ekspansi signifikan di awal 2025. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penyaluran paylater mencapai Rp8,20 triliun per Februari 2025, melonjak 59,1 persen secara tahunan (year on year/yoy).

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman mengatakan pertumbuhan ini jauh lebih tinggi dibandingkan Januari yang lalu yang tercatat 41,9 persen yoy.

“Penyaluran pembiayaan paylater ada Februari 2025 tercatat meningkat sebesar 59,1 persen yoy di Januari yang lalu 41,9 persen yoy atau menjadi Rp8,2 triliun,” ujarnya dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK yang digelar secara virtual, Jumat, 11 April 2025.

Baca juga: Outstanding Pembiayaan Fintech P2P Lending Capai Rp80,07 T, OJK Soroti Kenaikan Kredit Macet

Namun, seiring lonjakan pembiayaan tersebut, tingkat kredit bermasalah atau NPF gross paylater juga ikut meningkat menjadi 3,68 persen, dari posisi 3,37 persen di Januari. Kondisi ini menunjukkan potensi tekanan risiko pada segmen pembiayaan yang menyasar konsumen ritel dan kelompok milenial ini.

Di sisi lain, kinerja sektor pembiayaan secara keseluruhan juga tumbuh moderat. Piutang pembiayaan sektor PVML naik 5,92 persen yoy per Februari 2025 menjadi Rp507,02 triliun, sedikit melambat dibanding Januari yang mencatatkan pertumbuhan 6,04 persen yoy.

Pertumbuhan ini ditopang oleh pembiayaan investasi yang mencatatkan lonjakan 12,98 persen yoy. Di tengah pertumbuhan tersebut, OJK menegaskan bahwa profil risiko perusahaan pembiayaan masih dalam batas aman.

Baca juga: Utang Warga RI di Paylater Bank Tembus Rp21,98 Triliun per Februari 2025

“Profil risiko perusahaan pembiayaan terjaga dengan ratio non-performing financing atau NPF gross turun menjadi 2,87 persen, di Januari yang lalu 2,96 persen dan NPF net sebesar 0,92 persen di Januari yang lalu 0,93 persen,” jelas Agusman.

Selain itu, gearing ratio perusahaan pembiayaan masih jauh dari ambang batas regulasi, yakni 2,20 kali di Januari, turun dari 2,21 kali, dan jauh di bawah batas maksimum 10 kali. (*) Alfi Salima Puteri

Galih Pratama

Recent Posts

Hashim Djojohadikusumo Raih Penghargaan ‘Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability’

Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More

10 hours ago

Dua Saham Bank Ini Patut Dilirik Investor pada 2026

Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More

10 hours ago

Hashim Soroti Pentingnya Edukasi Publik Terkait Perubahan Iklim

Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More

11 hours ago

OJK Sederhanakan Aturan Pergadaian, Ini Poin-poinnya

Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More

12 hours ago

40 Perusahaan & 10 Tokoh Raih Penghargaan Investing on Climate Editors’ Choice Award 2025

Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More

13 hours ago

Jelang Akhir Pekan, IHSG Berbalik Ditutup Melemah 0,09 Persen ke Level 8.632

Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More

13 hours ago