Keuangan

Warga +62 Gemar Belanja Online, Utang Paylater Tembus Rp6,13 Triliun

Jakarta –  Layanan buy now pay later (BNPL) alias paylater memang tengah booming belakangan ini. Kepraktisan transaksi yang ditawarkan menjadi alasan bagi masyarakat untuk menggunakannya.

Di satu sisi, penggunaan paylater ini perlu adanya kontrol agar tidak menggunakan secara berlebihan. Jangan sampai hutang menumpuk dan tak mampu membayarnya.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, outstanding piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan Buy Now Pay Later (BNPL) tembus Rp6,13 triliun per Maret 2024. 

Baca juga: Susul BCA dan Mandiri, Bank Sampoerna Bakal Luncurkan Paylater Tahun Ini

Angka tersebut meningkat 23,90 persen secara tahunan (year on year/yoy) jika dibanding dengan periode sama pada tahun sebelumnya.  

Adapun, tingkat kredit macet atau non performing financing (NPF) sebesar 3,15 persen (gross) dan NPF Nett sebesar 0,59 persen.

Artinya tingkat pengembalian kredit masih berada di atas ambang batas yang ditetapkan OJK yakni 5 persen.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman memproyeksikan, total piutang layanan paylater bakal terus meningkat.

Baca juga: DPR Desak OJK Tindaklanjuti Kasus-kasus Pelanggaran SPaylater

“Kinerja dan pertumbuhan PP BNPL diproyeksikan akan terus meningkat seiring berkembangnya teknologi yang memudahkan masyarakat untuk melakukan transaksi belanja secara online,” katanya, dikutip, Senin (27/5).

OJK sendiri menyadari bahwa layanan paylater berkontribusi positif terhadap inklusi keuangan di Tanah Air. Hanya saja, perlu kajian lebih lanjut untuk menyusun aturan sebagai pedoman.

Dengan begitu, layanan satu ini mampu memberikan keseimbangan antara kebutuhan masyarakat, industri, dan dari sisi keamanannya.

OJK melihat, tidak ada indikasi perusahaan pembiayaan yang bakal meninggakan skema bisnis BNPL. Meski, saat ini bisnis paylater juga dijajaki oleh bank-bank seperti Bank Mandiri Bank, Bank Central Asia (BCA), CIMB Niaga, BNI, BTN hingga Allo Bank.

“Tidak ada bukti-bukti yang menunjukan bahwa perusahaan pembiayaan meninggalkan BNPL ini karena perbankan masuk ke area tersebut,” pungkas Agusman.

Muhamad Ibrahim

Recent Posts

Hashim Djojohadikusumo Raih Penghargaan ‘Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability’

Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More

3 hours ago

Dua Saham Bank Ini Patut Dilirik Investor pada 2026

Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More

3 hours ago

Hashim Soroti Pentingnya Edukasi Publik Terkait Perubahan Iklim

Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More

4 hours ago

OJK Sederhanakan Aturan Pergadaian, Ini Poin-poinnya

Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More

6 hours ago

40 Perusahaan & 10 Tokoh Raih Penghargaan Investing on Climate Editors’ Choice Award 2025

Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More

6 hours ago

Jelang Akhir Pekan, IHSG Berbalik Ditutup Melemah 0,09 Persen ke Level 8.632

Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More

7 hours ago