Moneter dan Fiskal

Waduh, Ribuan Perusahaan Australia Terancam Bangkrut Akibat Inflasi

Jakarta – Australia tengah mengalami masa sulit. Dengan inflasi yang semakin tinggi mencapai 5,1% di Kuartal I 2022, beberapa perusahaan retail mulai kesulitan untuk mempertahankan bisnisnya dan terancam kolaps.

Lihat saja, beberapa usaha ritel ternama seperti Sneakerboy yang menjual produk-produk sepatu hingga aplikasi berbelanja, Send yang tidak kuat menahan tingginya inflasi dan akhirnya bangkrut. Tidak main-main, Australia mencatat ada setidaknya 3.917 likuidasi perusahaan yang terjadi di seluruh industri selama tahun finansial 2021- 2022.

Analis Ritel DGC Advisory Geoff Dart mengungkapkan perekonomian Australia saat ini terpukul oleh jatuhnya sentimen konsumen dan meroketnya suku bunga serta tingginya biaya hidup. Ia menilai situasi ini belum akan berakhir dan akan ada lebih banyak usaha ritel yang terpaksa untuk mengurangi usahanya karena perekonomian terhambat.

“Jika Anda melihat pendapatan rumah tangga, pengeluaran masih jauh lebih tinggi dari pendapatan, dan kenaikan suku bunga hanya akan memperburuk keadaan seiring dengan kompresi upah. Kami tidak melihat kenaikan upah riil, dan orang cenderung menyimpan tabungan mereka untuk situasi sulit. Dalam pandangan saya, orang enggan berbelanja di masa-masa sulit,” jelas Geoff seperti yang dikutip dari news.com.au pada 13 Juli 2022.

Baca juga : Perkuat Pengawasan, OJK MoU Dengan Otoritas Australia dan Jepang

Situasi ini juga diperparah dengan normalisasi kebijakan dan berlanjutnya pembayaran kredit. Kantor Pajak Australia dan Bank mulai meminta agar pajak dan cicilan kredit kembali seperti sedia kala di tengah situasi ekonomi yang sulit.

“Tidak diragukan lagi pengeluaran terus meningkat, dan pendapatan sebagian besar perusahaan tidak meningkat di saat yang sama, sehingga bisnis yang sudah mengalami kesulitan akan kembali dihadapkan pada masalah setelah biaya usaha naik secara drastis, seperti yang mereka alami saat ini,” jelas Kepala Ekonom CreditorWatch Anneke Thompson yang juga dikutip pada laman yang sama.

Anneke menyebut bahwa kebangkrutan “benar-benar” sudah tidak terhindarkan dan akan menyebabkan pukulan pada perekonomian Australia. Adapun Ia memperkirakan situasi ini akan dimulai pada akhir tahun 2022. (*)

Evan Yulian

Recent Posts

Gandeng Tomoro Coffee, BNI Sekuritas Ajak Gen Z di Depok Melek Pasar Modal

Depok – PT BNI Sekuritas bersama Tomoro Coffee dan Bursa Efek Indonesia (BEI) menggelar Sekolah… Read More

1 hour ago

CIMB Niaga Dorong Optimalisasi Transaksi Mata Uang Lokal Antarnegara

Jakarta - PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) mengajak nasabah, khususnya para pelaku usaha… Read More

2 hours ago

Segera Melantai di BEI, Dua Saham Ini Kompak Masuk Efek Syariah

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) akan kedatangan dua dari tiga perusahaan baru yang… Read More

2 hours ago

Bos BI Beri Sinyal Turunkan Suku Bunga Acuan di 2025

Jakarta - Bank Indonesia (BI) memberi sinyal bakal menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate… Read More

3 hours ago

Intip Proyek Properti Mewah Trump Bersama Raja Media RI, dari Lido hingga Bali!

Jakarta - Donald Trump kembali terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat setelah memenangkan Pemilu 2024 dengan… Read More

4 hours ago

IHSG Ditutup Melemah ke Level 7.383, Cuma Dua Sektor Ini Menguat

Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) hari ini, 6 November 2024, ditutup merosot 1,44… Read More

4 hours ago