Keuangan

Waduh! Efek “Maut” Pajak Opsen Kendaraan Bermotor Akan “Menjegal” Industri Pembiayaan

Jakarta – Industri pembiayaan atau multifinance diprediksi akan mengalami penurunan pembiayaan kendaraan bermotor. Penurunan ini disebabkan adanya ketentuan pungutan baru “opsen” alias tambahan biaya baru yang akan berlaku di 2025. Beban tambahan ini akan “menjegal” pertumbuhan penjualan mobil dan akhirnya “menjegal” juga multifinance.

Menurut Suwandi Wiratno, Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), industri pembiayaan sangat bergantung pada industri otomotif. Posisi sektor pembiayaan juga berada di downstream ekosistem industri otomotif.

“Jika industri otomotif, baik roda dua maupun roda empat terkoreksi kami pun akan terdampak. Kami sedang mengalkulasi dampak yang ditimbulkan jika opsen pajak ini akan diberlakukan tahun depan,” jelas Suwandi kepada Infobank baru-baru ini.

“Kami berkordinasi dengan asosiasi industri roda dua maupun roda empat untuk menghitung potensi dampak pemberlakuan opsen pajak ini ke industri pembiayaan,” tambahnya.

Dia melanjutkan, perusahaan pembiayaan banyak memberikan pinjaman atau pembiayaan kepada masyarakat yang menginginkan kendaraan atau produk baru agar market terus bertumbuh dan perekonomian mendapat dampak positifnya.

“Saat ini lebih dari 70 persen pembelian produk baru di-support industri pembiayaan. Jika penjualan kendaraan menurun, dengan sendirinya dana pembiayaan yang kami gulirkan juga akan menurun sehingga secara tidak langsung industri pembiayaan tidak akan bertumbuh sebagaimana prediksi sebelumnya,” kata Suwandi.  

Baca juga: Setoran Pajak Tembus Rp1.688,93 T per November 2024, 84,92 Persen Target APBN

Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil mengalami penurunan baik secara tahunan maupun bulanan. Sepanjang Januari–November 2024, total penjualan mobil secara whole sales sebesar 784.788 unit. Angka ini turun 14,7 persen secara year on year (yoy) dari periode sama 2023 sebesar 920.518 unit.

Penurunan juga terjadi pada penjualan retail yang tercatat 806.721 unit atau turun 11,2 persen dibanding periode yang sama di tahun lalu sebanyak 908.473 unit.

Sementara, Ketua I GAIKINDO Jongkie Sugiarto juga mengkhawatirkan dampak opsen pajak hingga kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Dua hal tersebut berisiko menekan industri otomotif. 

“Memang tahun depan akan ada kenaikan PPN, Opsen Pajak, UMP dan lain-lain. Kami perkirakan akan makin sulit untuk mendapatkan angka-angka penjualan yang baik,” ujar Jongkie dikutip 13 Desember 2024.

Opsen Pajak Berlaku Tahun 2025

Opsen pajak adalah pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu, berdasarkan Undang-undang No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Nantinya, pemerintah kabupaten/kota memungut opsen dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).

Sementara itu, pemerintah provinsi dapat memungut opsen dari Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).

Opsen pajak kendaraan bermotor mulai berlaku pada Januari 2025. Pengguna kendaraan bermotor akan dikenakan dua pajak tambahan, yakni opsen PKB dan BBNKB.

Jika ditotal ada tujuh komponen pajak yang harus dibayar oleh pengguna kendaraan bermotor baru, seperti BBNKB, opsen BBNKB, PKB, opsen PKB, SWDKLLJ, Biaya Adm STNK, dan biaya admin TNKB.

Baca juga: Milenial Merapat! Begini Cara Mudah Memiliki Rumah Tanpa Beban Pajak

Adapun tarif opsen PKB dan BBNKB ditetapkan sebesar 66 persen yang dihitung dari besaran pajak terutang.

Contohnya, sebuah kendaraan bermotor dikenakan PKB sebesar Rp1 juta, maka akan ada tambahan opsen sebesar Rp660.000 (66 persen dari PKB Rp1 juta). Jadi nantinya, pengeluaran untuk pajak kendaraan tersebut termasuk opsen menjadi Rp1,6 juta.

Namun untuk mengakomodir tarif opsen, tarif maksimal dari pajak induknya diturunkan terlebih dahulu. Sesuai Undang-Undang No. 1 Tahun 2022, tarif PKB ditetapkan maksimal 1,2 persen untuk kepemilikan pertama.

Sementara untuk kendaraan kedua dan seterusnya (pajak progresif) ditetapkan paling tinggi 6 persen. Sedangkan tarif BBNKB maksimal ditetapkan sebesar 12 persen. (*)

Galih Pratama

Recent Posts

Dapat Suntikan Modal, Bank Capital Naik Kelas ke KBMI II

Jakarta - PT Bank Capital Indonesia Tbk. (BACA) mengumumkan dapat suntikan modal dari PT Capital… Read More

26 mins ago

Delta Giri Wacana (DGWG) Bidik Pertumbuhan Penjualan hingga 20 Persen di 2025 usai IPO

Jakarta - PT Delta Giri Wacana Tbk (DGWG) sebagai perusahaan agro input berfokus pada ketahanan… Read More

45 mins ago

Jelang Pelantikan Donald Trump, Kebijakan Tarif Perdagangan jadi Polemik

Jakarta – Jelang pelantikan Presiden terpilih AS Donald Trump, Senin, 20 Januari 2025, muncul berbagai… Read More

1 hour ago

Masih Loyo, IHSG Sesi I Terkoreksi 0,45 Persen

Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan sesi I hari ini (13/1) ditutup… Read More

1 hour ago

Agen BRILink Tembus 1 Juta, BRI Raup Fee Rp1,6 Triliun di 2024

Jakarta - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BRI) mencatat bahwa hingga akhir Desember 2024, jumlah… Read More

3 hours ago

Resmi IPO, Brigit Biofarma Teknologi (OBAT) Kantongi Dana Segar Rp59,5 Miliar

Jakarta - PT Brigit Biofarma Teknologi Tbk (OBAT) pada hari ini (13/1) telah melangsungkan penawaran… Read More

3 hours ago