Oleh : Diding S. Anwar
Jakarta – Peluit pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah ditiupkan pada awal tahun ini. Berdasarkan kesepakatan, MEA membebaskan arus barang, jasa, tenaga kerja, uang, dan investasi antarnegara di kawasan ASEAN. Indonesia dan sembilan negara ASEAN lain memiliki kesempatan yang sama untuk memanfaatkan pasar yang terintegrasi dalam satu kawasan. Karena sudah berlaku, tidak ada pilihan lain bagi masyarakat di negara-negara ASEAN, termasuk dunia usaha, baik besar maupun segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), selain harus siap menghadapi ASEAN open market.
Di banyak negara, akses keuangan menjadi isu yang paling banyak diperbincangkan dalam pengembangan sektor UMKM. Pelaku UMKM sering dalam posisi yang kalah bersaing dalam merebut pembiayaan dari lembaga keuangan. Dari pihak lembaga perbankan, mereka lebih memilih pengusaha yang memenuhi kriteria pemberian kredit dan memiliki track record. Sementara, dari sisi pelaku usaha mikro, masalahnya mulai dari minimnya literasi, kemampuan manajemen, keterbatasan dalam penyusunan laporan keuangan, kapasitas usaha yang minim, hingga tidak adanya jaminan kredit.
Apabila sektor mikro ditempatkan di pasar secara bebas, kelangsungan hidupnya akan ditentukan oleh pasar, dan dengan berbagai keterbatasan yang dimilikinya tentu akan kesulitan bersaing dengan pelaku usaha yang menjadi bagian dari jaringan konglomerasi global. Itu termasuk dalam soal pendanaan yang akan tergantung pada kucuran kredit lembaga keuangan komersial yang lebih memahami data-data perusahaan besar dibandingkan dengan pelaku UMKM. Makanya, banyak negara membuat kebijakan untuk melindungi dan membantu sektor UMKM-nya agar bisa berkembang di arena pasar terbuka yang timpang karena adanya dominasi perusahaan-perusahaan besar.
Pemerintah Indonesia, misalnya, telah membuat program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang suku bunganya tahun ini diturunkan menjadi 9% untuk membantu sektor mikro. Pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga ingin mendorong bank-bank untuk menurunkan suku bunga kredit komersialnya demi menggairahkan dunia usaha.
Penurunan suku bunga kredit tentu positif karena akan menurunkan risiko dan meningkatkan permintaan kredit. Penurunan risiko dan peningkatan volume kredit akan menimbulkan efek berantai, seperti meningkatnya kapasitas perusahaan penjaminan dalam menyokong pembiayaan, terutama UMKM, hingga meningkatnya daya saing dunia usaha untuk menghadapi kompetisi terbuka. (Selanjutnya : Peran UMKM di beberapa negara..)
Page: 1 2
Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More
Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More
Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More