Moneter dan Fiskal

Uang Beredar Melambat, Ini Pemicunya

Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatatkan likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) tumbuh melambat pada Agustus 2019. Posisi M2 pada Agustus 2019 tercatat Rp5.933,0 triliun atau tumbuh 7,3% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 7,8% (yoy).

Dalam laporan Uang Beredar Periode Agustus milik BI menjelaskan, perlambatan M2 terutama terjadi pada komponen uang beredar dalam arti sempit (M1) dan uang kuasi. M1 pada Agustus 2019 tumbuh melambat, dari 7,4% (yoy) menjadi 6,6% (yoy), baik pada komponen uang kartal maupun giro rupiah.

Komponen uang kuasi juga tumbuh melambat, dari 8,0% (yoy) menjadi 7,4% (yoy) pada Agustus 2019, dipengaruhi oleh melambatnya pertumbuhan tabungan dan simpanan berjangka serta giro valuta asing (valas).

“Berdasarkan faktor yang memengaruhi, perlambatan M2 terutama disebabkan oleh aktiva dalam negeri bersih,” seperti dikutip dalam laporan BI, Jakarta, Senin 30 September 2019.

Sementara Aktiva dalam negeri bersih pada Agustus 2019 tumbuh sebesar 8,9% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 10,1% (yoy). Perlambatan aktiva dalam negeri bersih terutama disebabkan oleh pertumbuhan penyaluran kredit yang lebih rendah, dari 9,7% (yoy) pada Juli 2019 menjadi 8,6% (yoy) pada Agustus 2019.

Tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat juga masih mengalami kontraksi sebesar -2,5% (yoy) meskipun tidak sedalam bulan sebelumnya. Perkembangan tersebut sejalan dengan peningkatan tagihan sistem moneter kepada Pemerintah Pusat terutama pada instrumen obligasi negara.

Meskipun demikian, perlambatan M2 tersebut tertahan seiring dengan pertumbuhan aktiva luar negeri bersih yang meningkat dari 1,5% pada Juli 2019 menjadi 2,9% (yoy) pada Agustus 2019, sejalan dengan meningkatnya cadangan devisa dan penurunan Dana Pihak Ketiga (DPK) valas.

Tak hanya itu, BI sendiri mencatatkan penghimpunan DPK pada Agustus 2019 tercatat sebesar Rp5.615.5 triliun atau tumbuh 7,3% (yoy), melambat dibandingkan 8,0% (yoy) pada bulan sebelumnya. Perlambatan DPK tersebut terutama pada giro (7,5%, yoy) dan simpanan berjangka (7,8%, yoy) milik nasabah korporasi.

Berdasarkan Iokasi penempatan dena, perlambatan giro terutama terjadi di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat, sementara perlambatan simpanan berjangka utamanya terjadi di wilayah Jawa Barat dan lawa Timur.

Perlambatan pertumbuhan simpanan berjangka tersebut sejalan dengan penurunan rata-rata suku bunga tertimbang simpanan berjangka pada Agustus 2019. Di sisi Iain, tabungan tercatat mengalami akselerasi pertumbuhan sehingga menahan perlambatan DPK lebih dalam. (*)

Editor: Rezkiana Np

Suheriadi

Recent Posts

Harita Nickel Raup Pendapatan Rp20,38 Triliun di Kuartal III 2024, Ini Penopangnya

Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More

3 hours ago

NPI Kuartal III 2024 Surplus, Airlangga: Sinyal Stabilitas Ketahanan Eksternal Terjaga

Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More

3 hours ago

Peluncuran Reksa Dana Indeks ESGQ45 IDX KEHATI

Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More

5 hours ago

Pacu Bisnis, Bank Mandiri Bidik Transaksi di Ajang GATF 2024

Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More

5 hours ago

Eastspring Investments Gandeng DBS Indonesia Terbitkan Reksa Dana Berbasis ESG

Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More

6 hours ago

Transaksi Kartu ATM Makin Menyusut, Masyarakat Lebih Pilih QRIS

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More

7 hours ago